Mohon tunggu...
Drajad Hari Suseno
Drajad Hari Suseno Mohon Tunggu... Administrasi - Perawakan sedang

Wiraswasta, pernah bekerja sebagai Corporate Secretary di badan usaha jalan tol.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gonjang Ganjing Demokrat

7 Maret 2021   13:41 Diperbarui: 7 Maret 2021   14:33 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Andai AHY tidak menantang Presiden, tidak berkirim surat kepada Presiden dan mengumumkan kepada publik, andai AHY secara gently merangkul sowan kepada para pendiri dan senior, andai AHY tidak menempatkan diri sebagai orang paling berkuasa di partai dan memecat kader-kader senior, andai AHY tidak menyalak tapi rendah hati mendekati memohon dukungan dari para pendiri partai dan kader senior, gonjang-ganjing ini bisa menjadi lain.

Andai SBY tidak post power syndrome, andai SBY tidak baperan dan lebay, andai SBY sadar bahwa dirinya tidak sekuat dulu, andai SBY sadar bahwa Moeldoko memiliki kartu truf dan instrumen bulldozer menggeser AHY dalam kapasitasnya sebagai KSP, andai SBY tidak menantang Moeldoko, kejadiannya juga bisa lain. Tapi manakala bahasa kekuasaan yang mengemuka, tentu feedback dan effects-nya bisa berbeda pula.

SBY seperti post power syndrome. Bahwa benar dia pernah menjadi presiden dua periode, bahwa benar dia yang mengangkat Moeldoko, tapi hari ini situasinya berbeda. SBY sekarang tidak seperti SBY sebagai presiden yang bisa memerintah Moeldoko. 

SBY tidak bisa menarik simpati publik dengan cara playing victims dikhianati mantan anak buahnya, SBY dianggap childish ketika menempatkan Moeldoko sebagai pribadi yang "tak tahu diri" dalam konstelasi politik. 

SBY akan dianggap cengeng dan lemah ketika membuat narasi "Moeldoko itu nggak tahu diri. Pernah jadi anak buah, diangkat jadi Panglima, diberi kepercayaan dan posisi strategis dalam pemerintahan, tapi sekarang "nylenthak" dari belakang". Sekali lagi, ini politik Bung, yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Demokrat sekarang, secara factual, terpecah menjadi dua kubu, AHY dan Moeldoko. Masing-masing mengaku sah. Masing-masing mengaku sesuai AD/ART. Masing-masing mengklaim berkuasa atas struktur partai. Kejadiannya hampir sama dengan gonjang-ganjing PPP sehingga melahirkan kepemimpian ganda. Kubu AHY telah memperoleh pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Kubu Moeldoko pun menurut perkiraan tampaknya juga akan memperoleh pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. 

Alasannya dan caranya sederhana. Dibangun opini publik bahwa kepemimpinan AHY berakhir dengan adanya KLB Demokrat di Medan. Masing-masing kubu tinggal berebut simpati kader dan simpatisan partai. Masing-masing kubu akan membangun narasi paling benar. Masing-masing kubu akan saling menggugat. Pemerintah pun bisa jadi akan digugat kubu AHY jika memberikan pengesahan kubu Moeldoko.

Gonjang-ganjing Demokrat ini, sesungguhnya juga mengingatkan kita atas terjadinya "pengambilan-alihan kekuasaan PKB" oleh Muhaimin Iskandar. Waktu itu Gus Dur berujar, "Kepemimpinan PKB diambil alih oleh bla bla bla...atas bantuan Pemerintah". Padahal saat itu SBY menjadi presiden RI. Apakah artinya konflik internal Partai Demokrat menjadi karma Demokrat dan SBY? Embuuh...

Surakarta, 7 Maret 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun