Mohon tunggu...
Reni Indrastuti
Reni Indrastuti Mohon Tunggu... profesional -

writing is a passion

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rumah Lebah, Misteri di Balik Kepolosan

14 April 2012   16:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:36 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1334420867155342243

Penyuka film Indonesia era pertengahan tahun 2000an tentu mengenal judul-judul film Missing, Bangku Kosong, Terowongan Cassablanca, rumah Pondok Indah, Pocong. Tak banyak yang tahu bahwa skenario film-film ini telah diadaptasikan ke dalam karya novel yang ditulis Ruwi Meita. Beberapa judul sinetron pun dijadikan karya adaptasinya. Rumah Lebah adalah novel pertama karya asli Ruwi Meita, bukan adaptasi. Untuk ukuran yang pertama, novel ini lebih dari sekedar karya perdana. Terlalu jenius untuk seukuran keperdanaan. Mungkin karena pengalamannya menuliskan karya-karya adaptasi, Rumah Lebah sama sekali tak mencerminkan karya novel pertama Ruwi Meita. Lebih dari itu. Pembaca tak akan mengira bahwa ini karya perdana. Kepenulisan, gaya bahasa, alur cerita, konflik para tokoh, dan terutama ide ceritanya begitu piawai disajikan.

Pada tahun 2008, ketika novel ini disodorkan kepada saya untuk dibaca, saya terhenti pada beberapa lembar halaman pertama. Butuh waktu beberapa lama bagi saya untuk melanjutkannya. Pasalnya sampai di bagian itu, mood saya berubah, sepertinya novel ini bukan jenis yang saya sukai, karena belum apa-apa sudah horor aromanya. Saya nggak suka horor. Saya suka cerita detektif, karakter building, kisah hidup yang menggugat, maupun cerita dodol ringan namun memberi arti khusus dalam kehidupan sehari-hari. Saat kesempatan itu tiba untuk melanjutkan bacaan ini (karena nggak ada buku lain dan saya sedang nganggur), saya tekadkan sampai tuntas membaca. Dampaknya, saya betul-betul menyesal kenapa tidak sejak dulu saya menamatkannya. Ternyata isinya sangat menarik dan mengesankan. Setiap bab yang telah saya lewati mendorong saya untuk terus berlanjut ke bab berikutnya karenamenciptakan kepenasaran saya, seperti halnya kalau saya baca novel detektif.

Awalnya ada unsur horor dimana Mala, salah satu tokoh anak-anak, tiba-tiba berada di atap rumah pada tengah malam, yang menggegerkan orang tua dan para tetangga atas kejadian aneh dan membahayakan tersebut. Nawai, mamanya menjelaskan kepada para tetangga bahwa putrinya itu berjalan dalam tidur. Padahal dia sedang menutupi kenyataan bahwa Mala, putrinya yang berkepribadian ganjil tersebut, sering menyebut nama-nama asing yang tak mereka kenal, bahkan Nawai menduganya adalah hantu-hantu yang hanya bisa dilihat Mala. Salah satu nama itulah yang memindahkan Mala dari kamar tidurnya ke atap rumah mereka, rumah desa yang terletak di kaki sebuah bukit yang dinamai Bukit Putri Tidur, yang berada di tepi danau.

Keanehan-keanehan sering terjadi di dalam rumah itu yang berkaitan dengan Mala dan fantasinya. Demikian Winaya, papa Mala, seorang novelis sekaligus eks wartawan senior majalah terkemuka, menganalisisnya. Bahwa Mala terlalu asyik dengan khayalannya dan menciptakan dunianya sendiri, bahkan guru sekolahnya memvonis Mala sebagai anak autis jenius yang semestinya ditempatkan di sekolah khusus. Akhirnya Nawai dan Winaya sepakat membuat program homeschooling untuk anak mereka. Dan mereka memilih mendidik Mala di daerah pedesaan tenang yang jauh dari kebisingan kota. Di daerah inilah terjadi pembunuhan dengan korban seorang wartawan tabloid ibu kota. Tanpa diduga keluarga Winaya terseret dalam kasus ini. Tak hanya itu, tetangga mereka yang ternyata seorang konglomerat terkenal yang pernah diisukan berkasus kriminal oleh majalah yang dulu diredakturi Winaya, juga diduga terlibat dalam pembunuhan ini. Seorang selebritis cantik sekaligus artis film, yang menjadi teman kumpul kebo pengusaha bernama Rayhan ini menyedot perhatian saya bahwa rahasia yang terpendam dibalik kepopuleran artis ini sangat mungkin menjadikan si cantik sebagai tersangka.

Akhir cerita memang sungguh sulit ditebak. Segala hal dihubungkan dengan keanehan Mala dan kawan-kawan hantunya. Menjelang bab terakhir saya nyaris menjatuhkan dugaan tentang siapa pembunuh wartawan tersebut, dan ternyata seperti yang saya harapkan, dugaan saya meleset. Mala, si anak jenius, dengan kemampuan yang istimewa, memilikiketerangan mencengangkan yang dapat mengungkap tabir misteri ini. Dan menurut anak itu pemegang kunci jawaban kasus ini adalah Nawai, mamanya sendiri. Namun hal ini masih menyisakan tanya, apa hubungan kasus pembunuhan ini dengan Nawai? Apakah nama-nama asing yang diduga hantu tersebut berperan sebagai pembunuhnya? Atau tokoh lain di novel ini yang melakukannya?

Penjelasan mengenai siapa pembunuhnya dan bagaimana dia melakukan serta motivasinya membuat mulut ternganga, antara kagum akan ide cerita yang sulit ditebak sekaligus memberi penjelasan tentang mengapa 'hantu-hantu'nya Mala terlibat dalam pembunuhan ini. Novel ini bukan cerita horor, tetapi lebih ke misteri psikologis yang memberikan pengetahuan-pengetahuan sains yang menarik dan memperkaya wawasan.

Sayangnya promo buku ini kurang booming sehingga kopi cetakannya tidak banyak. Padahal kualitas isinya patut disejajarkan dengan karya-karya novel penulis yang lebih dulu punya nama.

Judul buku : Rumah Lebah

penulis: Ruwi Meita

penerbit : Gagas Media, Jakarta, 2008

tebal : 286 halaman

ISBN : 979-780-228-0

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun