Â
"Tak boleh anggap enteng kekuatan rakyat." Pernyataan ini barangkali pantas diberikan kepada gerakan rakyat yang terjadi di Indonesia pada pekan lalu. Juga, itu bisa membahasakan aksi gerakan rakyat Nepal yang menjatuhkan pemerintahan negara.
Seturut laporan Kompas id edisi 10 September 2025, gerakan rakyat yang dikomandai oleh generasi Z berhasil meruntuhkan pemerintahan Nepal. Perdana Menteri Nepal Khadga Prasad Sharma Oli mengundurkan diri ketika aksi gerakan rakyat merebak. Istrinya bahkan dikabarkan meninggal dunia ketika rumahnya dibakar masa.
Gedung-gedung pemerintahan seperti Istana Kepresidenan, Mahkamah Agung dan Gedung Parlemen hangus dibakar massa. Para menteri pun tak luput dari aksi kemarahan massa.
Gerakan rakyat yang terjadi Nepal bertolak dari ketidakpuasan pada pemerintah, terlebih khusus para pejabat. Gaya hidup mewah, gaji tinggi dan kebiasaan flexing para pejabat membuat rakyat menjadi geram.Â
Tak elak, berkat kegunaan media sosial, kaum muda yang masuk dalam lingkup generasi Z menginisiasi gerakan rakyat untuk menumbangkan pemerintahan yang korup.
Gerakan rakyat di Nepal bisa menjadi pelajaran bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Aksi protes yang terjadi pada beberapa hari lalu kepada DPR yang menaikkan tunjangan rumah bisa menjadi referensi untuk mengevaluasi kekuatan gerakan rakyat. Jangan sampai kejadian di Nepal terjadi di Indonesia.
Untuk itu, para pejabat di Indonesia tak boleh tutup mata dan sumbat telinga dalam mengevaluasi aspirasi rakyat. Asprasi rakyat yang mengkritisi para pejabat yang mempunyai gaji tinggi di tengah situasi ekonomi yang tak pasti perlu mendapatkan evaluasi yang menyeluruh.
Bagaimana pun, rakyat pastinya masih memantau gaya hidup para pejabat di Indonesia. Termasuk gaji para pejabat yang mana masih terbilang tinggi untuk konteks kondisi ekonomi yang tak begitu stabil. Di sini, efesiensi anggaran perlu mulai dari sistem kerja pejabat, di mana tak menumpuk personil dengan memberikan gaji yang besar.Â
Oleh sebab itu, pertama-tama, pemerintah Indonesia tak boleh main-main dalam melakukan revolusi sisem kerja pemerintah. Pergantian menteri bukan menjadi solusi mutlak dalam menjawabi aspirasi rakyat. Apalagi jika para menteri pengganti  selanjutnya gagal memenuhi ekspetasi masyarakat.