Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Gegara Tanggul Banjir dan "Ghost Project," Pejabat di Filipina Tersudut

3 September 2025   12:26 Diperbarui: 3 September 2025   12:26 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Ferdinand Marcos Jr. memantau ghost project. Foto: Inquirer.net

Pada satu pekan terakhir, negara Filipina dihebohkan dengan persoalan proyek tanggul banjir (flooding control). Persoalan itu menyeruak dan memanas lantaran masalah banjir yang menimpa beberapa kota besar di Filipina, termasuk Kota Metropolitan Manila.

Curah hujan tak begitu tinggi. Akan tetapi, ruas jalan dan pemukiman warga langsung terdampak banjir. Padahal, pemerintah secara khusus pada era kepresidenan Ferdinan "Bongbong" Marcos Jr sudah mengalokasikan anggaran besar untuk membangun tanggul banjir.

Tanggul banjir bahkan menjadi salah satu proyek prioritas pemerintah. Target utamanya adalah meminimalisir masalah banjir yang terjadi saban musim hujan. Namun, pada kenyataannya masalah banjir masih terjadi dan malah terlihat lebih parah. Setelah dicek, ternyata proyek tanggul banjir yang dicanangkan dan ditargetkan pemerintah tak berjalan seturut rencana.

Pelbagai masalah muncul dari proyek tanggul banjir. Mulai dari kualitas proyek tanggul banjir yang tak sesuai dengan standar. Tak sedikit yang asal-asalan dibuat tanpa melibatkan perencanaan yang baik dan material yang berkualitas. Akibatnya, saat hujan tiba dan level aliran sungai naik, tanggul banjir tersebut gampang rusak.

Menjadi rumit ketika ditemukan adanya "ghost project". Ghost project itu menyangkut proyek tanggul banjir yang sudah selesai dikerjakan seturut laporan di atas kertas, tetapi pada kenyataannya di lapangan belum ada pengerjaannya sama sekali.

Presiden Marcos bahkan mengunjungi salah satu area yang masuk dalam daftar ghost project tersebut. Terlihat bahwa tak ada sama sekali tanggul banjir yang sudah selesai dikerjakan.

Sementara itu, di atas kertas terlapor bahwa proyek yang dikunjungi oleh presiden itu sudah selesai dikerjakan, anggaran sudah dibayar dan proses serah terima proyek sudah terjadi. Terang saja, menyaksikan hal tersebut, Presiden Filipina geram dan menilai apa yang terjadi sebagai hal yang memalukan.

Persoalan itu pun menjadi diskusi publik. Tak sedikit yang menjadikannya konten meme sebagai bahan kritik untuk para pejabat yang terlibat. Muaranya proyek-proyek bermasalah di tempat-tempat lain ikut mencuat. Nama-nama kontraktor hingga para pejabat yang terlibat dalam pengerjaan proyek tersebut mulai dimunculkan ke ruang publik.

Salah satu ujung dari persoalan tanggul banjir yang sementara terjadi di Filipina bermuara pada kinerja kerja para pejabat, termasuk gaya hidup pejabat. Beberapa hari lalu, Presiden Marcos menyeruhkan kepada para pejabat untuk melakukan pengecekan gaya hidup para pejabat pemerintah sebagai salah satu respon pada persoalan tanggul banjir.

Seperti biasa, gaya hidup mewah para pejabat pun menjadi bahan kritikan dan sorotan dari rakyat. Beberapa kontraktor harus menutup dinding medsos mereka lantaran sudah menjadi sorotan. Perang kritik di antara pejabat juga tak bisa terhindarkan.

Ya, persoalan di Filipina barangkali bukanlah hal baru untuk konteks hidup berpolitik. Ketika kinerja para pejabat tak pro rakyat, pada titik itulah masalah sosial terjadi. Sebagai akibat, kredibilitas mereka pun ikut diragukan dan dipertanyakan.

Pada titik tertentu, keberadaan pejabat baik itu wakil rakyat maupun pejabat pemerintahan negara bisa menguntungkan rakyat. Keuntungannya tatkala mereka benar-benar menjadi corong yang bisa menyalurkan aspirasi rakyat sekaligus mengejahwantakan aspirasi rakyat tersebut lewat aksi nyata.

Untuk itu, keberadaan pejabat masih sangat diperlukan dalam tataran hidup berpolitik. Sangat sulit dipikirkan jika tak ada sekelompok ahli yang menjadi pejabat untuk mengimplementasikan program-program demi kepentingan bersama.

Di sini, para pejabat adalah instrumen rakyat untuk melanjutkan apa yang diinginkan oleh rakyat. Kendati demikian, tugas rakyat tak berhenti pada pemberian kepercayaan untuk mengatur kehidupan bersama pada pejabat secara penuh.

Tugas rakyat adalah mengontrol kinerja pejabat. Tugas kontrol itu nampak saat melakukan kritik pada kinerja yang tak sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh sebab itu, gerakan rakyat yang terjadi di tanah air beberapa hari terakhir menjadi salah satu cara rakyat dalam mengetuk hati para pejabat.

Barangkali kritik lewat tulisan taklah cukup untuk membuka mata dan telinga para pejabat. Untuk itu, dibutuhkan gerakan yang cukup radikal, sistemati dan penuh damai dalam mengetuk dan menggugat kemapanan hidup para pejabat.

Bukan rahasia lagi jika para pejabat sudah berada pada tataran kenyamanan, pekikan suara rakyat bisa saja terabaikan dan didengarkan. Agar kenyaman itu terganggu, tak masalah ketika kritik rakyat berlangsung masif.

Harapannya aksi demo yang terjadi pada beberapa hari terakhir di Indonesia bisa berbuah hasil. Paling tidak, para pejabat menyadari bahwa keputusan dan kebijakan yang mereka telurkan sudah melukai hati rakyat. Oleh karena itu, hal itu tak boleh terulang lagi dan kalau boleh direvisi demi kepentingan bersama.

 

Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun