Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Kualitas Kepala Desa Tak Ditentukan oleh Masa Jabatan

22 Januari 2023   13:55 Diperbarui: 22 Januari 2023   13:58 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala desa yang melakukan demonstrasi perpanjangan masa jabatan. Foto: Dok. Bahrol Ghofar via Kompas.com

Pemilihan kepala desa (kades) kerap menjadi perhatian. Aura kontestasi begitu hangat.

Ada persaingan di lingkup desa. Persaingan itu tak hanya di antara calon, tetapi juga kubu yang membekengi para calon yang bertarung. 

Kubu itu bisa terbangun tak semata-mata karena ikatan idealisme yang diusung para calon, tetapi juga ikatan latar belakang seperti ikatan darah dan budaya. Semakin besar kubu-kubu yang terbentuk, semakin kuat persaingan yang terjadi. 

Efek lanjutnya, sejauh pengamatan saya sepihak, terjadi perpecahan di lingkup desa. Ada kapling di antara masyarakat desa. 

Kecurigaan pun tak terhindarkan. Bahkan perang kata-kata menjadi bahasa yang mengiringi proses kampanye, baik di dunia nyata maupun dunia sosial.

Pendek kata, pemilihan kades telah menciptakan iklim politik yang bersentuhan secara langsung dengan akar rumput. Efeknya begitu besar, tak hanya untuk hasil pemilihan, tetapi juga relasi sosial. 

Tak jarang terjadi ada perpecahan hingga pemilihan kades berakhir. Belum lagi, kades yang terpilih memimpin seturut kubu yang terbentuk sewaktu pilkades. 

Maka dari itu, alih-alih membicarakan tentang masa jabatan, hal yang perlu dievaluasi adalah sejauh mana pemilihan seorang kades telah menciptakan pendidikan politik untuk masyarakat.

Pendidikan politik itu mencakup kemelekan para pemilih dalam menentukan kandidatnya terlepas dari ikatan latar belakang, tetapi karena keyakinan pada ide politik yang diwarkan. Juga, hal itu mencakup kedewasaan para pemilih dalam menjalani dan menerima hasil pilkades.  

Kalau ditilik secara mendalam, pilkades merupakan ranah pertama untuk membangun pendidikan politik bagi masyarakat. 

Untuk itu, para calon kades mesti mampu memberikan  program yang sesuai dengan kebutuhan konteks masyarakat dan mencerahkan masyarakat tentang kontestasi yang terjadi.

Juga, seorang kades mampu memberikan standar kepemimpinan yang sesuai harapan masyarakat pada umumnya. Memang, sulit memuaskan setiap pihak. Paling tidak, seorang kades mampu merangkul setiap orang untuk bersama-sama membangun desa.  

Persoalannya, ketika para (calon) kades sendiri yang mengkhianati spirit dari pemilihan yang berlangsung jujur, seimbang, dan benar. Juga, ketika para calon kades lebih melihat jabatan kades sebagai instrumen untuk berkuasa dan meraih kepentingan tertentu daripada melayani kepentingan masyarakat. 

Selain itu, boleh saja, ada aspirasi perpanjangan masa jabatan kades. Pertanyaannya yang patut dievaluasi adalah apakah kinerja kades sudah menjawabi kebutuhan masyarakat?

Bukan rahasia lagi jika desa dipercayakan dengan sejumlah dana demi pembangunan desa. Dana itu sekiranya dimanfaatkan oleh kades demi kepentingan desa.

Menjadi masalah apabila dana itu malah diselewengkan. Toh, tercatat banyak hal negatif yang mengitari kades dalam penyalahgunaan dana desa. 

Seperti terlansir dari Kompas id, 1 Desember 2021, KPK harus membentuk desa antikoruspsi sebagai cara untuk menyikapi persoalan yang mengenai kepala desa.

Korupsi menjadi salah satu tantangan dari pemerintahan desa. Belum lagi, praktik politik uang selama masa kampanye yang berujung pada konflik horisontal.

Maka dari itu, sebelum berbicara tentang masa jabatan yang disuarakan untuk diperpanjang, sekiranya setiap pihak mengevaluasi kinerja kerja setiap kepala desa sejauh ini. 

Kinerja lebih berdampak daripada masa kerja. Ketika kualitas kerja begitu baik, masa jabatan pun tak pernah diukur. Sebaliknya, ketika kinerja kerja mengecewakan, masa kerja walaupun singkat akan menjadi beban untuk masyarakat, apalagi kalau lama. 

Untuk, perpanjangan masa jabatan tak serta memberikan jawaban untuk menaikan kinerja kepala desa. Malahan hal itu menguatkan penyelewengan tertentu seperti praktik politik uang semasa kampanye. 

Lebih jauh, berada terlalu dalam jabatan tertentu bisa menciptakan otoritarianisme, di mana se merasa nyaman dan merasa menjadi pemilik tunggal kekuasaan. 

Namun, ketika ada pergantian untuk masa jabatan yang relatif singkat, misalnya 5 tahun, hal itu membuka pihak lain untuk berpartisipasi.

Bagaimana pun, jabatan kades bisa menjadi titik tolak untuk berpartisipasi ke tingkat yang lebih tinggi. Maka dari itu, semakin efektif seseorang memanfaatkan masa jabatannya, semakin beliau mendapat perhatian dari masyarakat. 

Sebaliknya, ketika tak menunjukkan kinerja yang meyakinkan, waktu yang disediakan pun terbilang sia-sia semata. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun