Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Gengsi Anak Tak Sesuai dengan Kemampuan Orangtua

11 Agustus 2022   19:05 Diperbarui: 15 Agustus 2022   01:02 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi relasi anak dan orangtua.| Foto: Dok. Edutore via Kompas.com

Salah satu tantangan terbesar untuk orangtua saat anak berkuliah adalah faktor biaya. Untuk konteks Flores umumnya, berkuliah ke luar daerah, kabupaten ataukah provinsi, masih menjadi salah satu pilihan utama.

Tak ayal, tuntutan biaya kuliah juga dibarengi dengan biaya kos, makan minum, dan keperluan keseharian selama berkuliah menjadi tantangan serius untuk orangtua.

Jadinya, orangtua harus bekerja ekstra keras agar bisa memenuhi kebutuhan anak dan menjauhi kurangnya ataukah ketidaktepatan pemberian jatah uang bulanan tak meruntuhkan semangat anak untuk berkuliah.

Akan tetapi, di tengah berdirinya beberapa universitas di beberapa kabupaten di Flores, pilihan keluar daerah sebenarnya bisa dibatasi. Kalau tidak salah, tercatat sudah ada tiga universitas di pulau Flores, dan belum terhitung dengan sekolah-sekolah tinggi.

Dengan ini, pergi kuliah dengan datang dari rumah sendiri atau pun tinggal di rumah keluarga bisa mengurangi tuntutan biaya selama berkuliah. Dengan ini, biaya orangtua hanya mencakupi uang kuliah tanpa terlalu berpikir terlalu jauh dengan uang kos dan makan minum.

Namun, hal ini kadang berbenturan dengan kemauan anak. Kemauan anak tak hanya berkaitan erat dengan pilihan jurusan yang hendak diambil oleh anak di bangku kuliah, tetapi juga gengsi anak karena faktor sosial budaya tertentu.

Ya, tak sedikit anak yang memilih universitas tertentu, bukan semata-mata pilihan jurusan atau pun popularitas nama tempat kuliah, tetapi karena faktor gengsi yang terbentuk oleh lingkungan sosial terlebih khusus lewat relasi sosial dengan teman-teman sewaktu SMA, atau juga mau mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosial.

Saya pernah menanyakan seorang anak yang barusan menyelesaikan bangku SMA. Sebut saja namanya Merna.

Ayah dan ibu Merna tak berpenghasilan tetap. Ayahnya petani, sementara ibunya mempunyai kios di plaza kepunyaan desa mereka. Jadi, penghasilan orangtuanya tidak tetap.

Merna memiliki beberapa teman dari keluarga berada. Sebagian besar dari mereka memilih untuk melanjutkan bangku kuliah di universitas swasta yang cukup terkenal dan terletak di ibukota provinsi. 

Padahal, sudah ada salah satu universitas yang berada di kabupaten mereka. Apabila menimbang kondisi keluarganya, Merna bisa memilih untuk berkuliah di kabupatennya.

Namun karena pengaruh relasi kuat dalam benak Merna bahwa dia juga akan mengikuti teman-temannya. Berkuliah di universitas itu.

Maka, Merna mulai menyebar berita bahwa dia akan berkuliah di universitas swasta tersebut tanpa meminta konfirmasi dari orangtuanya.

Persoalannya pada kondisi keluarganya. Tak mampu untuk membiayai tuntutan biaya kuliah dan kos. Karena ini, ada bentrok, dan bahkan Merna sempat menjauh dari rumahnya dan tinggal di rumah sanak keluarganya.

Situasi seperti ini barangkali pernah kita jumpai. Tak sedikit anak yang memilih tempat kuliah karena faktor gengsi atau juga ikut teman.

Gengsi ini dibentuk karena faktor pergaulan atau pun soal cara pandang yang terbangun di mata masyarakat tentang lembaga pendidikan tertentu.

Maka dari itu, anak harus tetap diarahkan dalam pergaulan dengan pikiran-pikiran yang positif. Boleh bergaul dengan siapa saja, tetapi pergaulan itu tak menjebak anak pada pola pandang tertentu.

Misalnya, boleh bergaul dengan orang kaya. Akan tetapi, hal itu tak bisa membentuk karakter anak agar bisa setara dengan kemampuan dari keluarga mereka.

Lalu, cara pandang tentang kualitas sebuah tempat berkuliah. Cara pandang setiap orang tempat berkuliah kerap kali sangat subyektif. Ke mana pun seseorang berkuliah, hasil selalu bergantung pada kerja keras individu.

Tempat bukanlah faktor satu-satunya. Kerja keras individu untuk berkuliah tetap menjadi tolok ukur kesuksesan.

Di tengah pertambahan biaya kuliah, yang barangkali juga dibarengi peningkatan sewa kos, orangtua pun harus putar otak ketika anak memilih kuliah keluar daerah.

Barangkali orangtua juga mulai mengedukasi mentalitas anak pada pilihan mereka berkuliah. Artinya, orangtua tak perlu "memaksa" anak, tetapi mengarahkan mereka untuk memilih tempat kuliah yang betul-betul ramah dengan ekonomi keluarga.

Edukasi sejak dini pada anak sangat penting agar pilihan berkuliahnya bukan semata-mata faktor gengsi, ikut teman, atau pun karena keterkenalan kota di mana sebuah universitas berada.

Yang paling pertama adalah orangtua menyadarkan anak tentang pentingnya berkuliah. Tentu saja, pemberian pemahaman ini dibarengi dengan sikap respek pada pilihan jurusan anak.

Lalu, orangtua terbuka untuk melihat dan mengevaluasi kondisi ekonomi keluarga. Semakin anak diberikan edukasi mengenai situasi riil keluarga, semakin dalam pemahaman anak pada kondisi keluarga, termasuk dalam memilih bangku kuliah.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun