Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Alasannya Tidak Anggap Enteng Luka Batin dari Pasangan Hidup

3 Maret 2021   19:22 Diperbarui: 10 Maret 2021   03:31 1940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi terlalu anggap enteng masalah. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Luka batin bisa disebabkan oleh pelbagai faktor. Untuk konteks hidup berkeluarga dalam hal ini relasi suami dan istri, luka batin itu bisa terjadi karena relasi di antara kedua belah pihak. Misalnya, salah satu pasangan mempunyai hubungan tersembunyi dengan pihak ketiga. 

Hal itu diketahui ketika dari relasi terlarang itu terlahir seorang buah hati. Karena tidak siap dengan situasi ini, pasangan yang dikhianati merasa terluka. 

Tak sedikit pasangan yang berupaya berdamai. Namun, upaya damai itu tidaklah gampang. Terlebih khusus kepada pasangan yang dilukai. Luka itu harus disembuhkan dengan selalu menjaga dan membangun relasi yang baik di antara kedua belah pihak.

Akan tetapi, kalau pihak yang bersalah membawa pasangannya kembali pada pengalaman dan situasi yang serupa, luka batin itu bisa berujung pada protes dan pemberontakan.

Ini kisah tentang seorang ibu, ibu dari tiga anak. Ketiganya laki-laki. Yang tertua baru berada di kelas 6 Sekolah Dasar, sementara yang bungsu duduk di kelas 1.

Juga, ini kisah tentang seorang istri, seorang istri yang bersuamikan seorang pria dari pulau berbeda, pria dari budaya yang sangat berbeda dengan dirinya, dan dari seorang pria yang lebih muda dari dirinya.

Enam bulan yang lalu suaminya ini pamit pulang ke kampung halamannya karena ada urusan adat. Di pulau yang jaraknya sejam penerbangan dari pulaunya. 

Ketika urusan adat menjadi alasan, sang istri pun tak bertanya banyak. Selain situasi adat suaminya sama dengan tempat tinggalnya, juga urusan adat sulit didiskusikan. Rencanannya kepulangan itu hanya sepekan.

Sang istri mengiakannya, namun sepekan telah berubah menjadi sebulan. Ketidakpulangannya itu karena adanya pembatasan perjalanan yang mengharuskan mengikuti protokol kesehatan. 

Sebulan berlalu hingga tak terasa enam bulan suaminya itu pergi, jarang kirim pesan singkat, jarang sekali memberi kabar. Kalau dia mengirimkan pesan atau menelpon, suaminya tidak menjawab. Pesan terbaca tetapi tidak dijawab. Hingga, suaminya menyampaikan undangan bagi dirinya dan anak-anak untuk menyusul. Dan undangan itu terlalu berat.

Pasalnya, dia pernah tinggal di tempat asal suaminya. Bukannya hidup damai dan tenteram, dia malah berhadapan dengan situasi yang cukup pelik. Suaminya berselingkuh dengan perempuan lain. Perselingkuhan itu melahirkan buah hati.

Karena itu, dia memilih pulang ke tempat asalnya. Dia memilih pulang karena tidak tahan tinggal dan berada di tempat di mana sebab luka batinnya terjadi.

Persoalan suaminya terselesaikan dengan hukum adat suaminya. Hubungannya dengan suaminya kembali dirajut walau itu membutuhkan waktu yang cukup lama.

Enam tahun setelahnya, tantangan kembali terjadi. Suaminya pergi, namun terlihat enggan untuk pulang. 

Selama itu pula, dia tak sekalipun membantu urusan rumah tangga dan biaya pendidikan anak-anak. Sampai suaminya mengajaknya untuk menyusul ke tempat suaminya. Ajakan yang sangat sulit terpenuhi.  

Sebulan dia bergulat, pergulatannya pun sampai pada jawaban akhir. Tidak memenuhi undangan suaminya. Memilih untuk tetap tinggal. Lebih baik berpisah daripada kembali ke tempat di mana luka batinnya terlahir.

Luka batinnya tetap ada, belum sembuh total. Apalagi ketika suaminya pulang ke kampung. Kecurigaan pasti ada. Kecurigaan yang terlahir karena luka batin yang belum sembuh secara total.

Reaksinya pada undangan suami merupakan bagian dari luka batin itu. Belum sembuh makanya dia lebih memilih untuk mengikuti kehendaknya daripada kehendak suami.

Berbeda dengan apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Dia harus mengikuti kehendak suaminya. Toh, suaminya menjadi penopang kehidupan keluarganya. Kali ini dia berani memutuskan walaupun dia harus memilih untuk menghidupi sendiri ketiga anaknya.

Toh, selama enam bulan kepergian suaminya, tak sekalipun dia mendapat kiriman untuk biaya pendidikan anak-anaknya. 

Dia sendiri yang membiayai pendidikan anak-anak. Makanya, saat dia membuat keputusan, tanpa berpikir terlalu panjang dia memilih untuk tetap tinggal. Tidak mau mengikuti kehendak suaminya.

Pilihan seperti ini kerap kali terlahir bukan karena tidak mau mengikuti kehendak suaminya semata. Ini hanya level permukaan dari persoalan yang terjadi.

Ini merupakan reaksi yang terjadi karena pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lalu itu telah membentuk pola pikir dan menciptakan trauma.

Pada saat situasi saat sekarang memungkinkan untuk kembali pada situasi yang terjadi di masa lalu, ada pemberontakan. Ada reaksi tidak setuju. Ada reaksi tidak mau untuk kembali ke situasi yang sama.

Jadi, seorang pasangan harus memahami situasi itu. Seyogianya, dia (suami) tidak boleh membawa pasangannya kembali pada situasi masa silam yang pernah melukai pasangannya. Yang mesti dilakukan adalah menjaga relasi dengan berupaya untuk tidak kembali ke situasi yang serupa.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun