Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah Dibunuh di Depan Mataku

2 November 2020   18:03 Diperbarui: 2 November 2020   18:06 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay.com

Peristiwa hari itu. Belum terlalu siang. Menjelang pukul 11.00. Ayahku dan aku pergi ke kota. Sekitar 10 km dari rumah kami.

Ayah merupakan sosok inspirasi bagiku. Tidak sekalipun dia memarahiku. Kalau aku menghabiskan banyak waktu dengan phone, nasihat ayah cukup lembut. Tidak membentak seperti gaya ibu.

Makanya, saat ayah tugas keluar kota, aku merasakan ada sesuatu yang kurang di rumah. Terlebih lagi, ketika ayah tidak ada, ibu kerap mengatur. Semuanya harus mengikuti arahan ibu. Jadinya, tidak ada sandaran untuk mencari kenyamanan di tengah tuntutan ibu.

Bukan tanpa alasan ibu bersikap seperti itu. Itu juga bukan semata-mata watak itu. Boleh jadi, pekerjaannya sebagai guru kelas 4 Sekolah Dasar sudah membentuk diri ibu.

Aku diperlakukan seperti muridnya. Harus latih membaca dan menulis sejak dini. Padahal usiaku masih 6 tahun. Aturannya, 7 tahun baru bisa masuk sekolah. Barangkali ibu ingin agar kelak saat saya masuk sekolah, aku sudah bisa membaca dan menulis.

Tentunya, ibu akan bangga di hadapan teman-teman gurunya. "Akh, kalau itu alasan ibu, aku seperti dijadikan bahan untuk membuatnya bangga di hadapan teman-temannya."

Barangkali ibu juga benar. Aku harus tampil sebagaimana anak seorang guru. Paling tidak, aku tidak memalukan ibu, yang kabarnya dikenal sebagai pribadi yang keras dan menuntut di sekolah.

Makanya, saat ayah di rumah, hatiku begitu lega. Ketika ibu menyuruh saya untuk melatih baca dan tulis, aku selalu mencari cara untuk merayu ayah pergi menjauh dari rumah.

***

"Joel, ambil kunci NMax," kata ayah dari teras rumah.

Mendengar itu aku langsung bergegas dan lari ke meja TV. Mumpung, ibu belum memberikan instruksi untuk latih baca dan tulis. Apalagi hari itu adalah Minggu. Hari libur. Ibu mempunyai waktu untuk mengurusku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun