Meski demikian, tidak sedikit orang yang merasa asing dan aneh. Ada yang berbeda.
Perasaan ini boleh jadi terlahir karena sudah terbiasa dan terpola pada pikiran dan tingkah laku kalau setiap hari Minggu harus pergi ke berdoa di gereja. Tidak heran, saat pola itu mengalami perubahan, saat itu pula kita merasa berbeda.
Terlebih lagi, mulai hari Minggu ini yang dinamakan oleh umat Kristen sebagai Minggu Palma. Minggu Palma merupakan gerbang bagi umat Kristen memasuki dan merayakan pekan suci. Pekan suci ini sendiri mulai hari ini hingga berpuncak pada hari Sabtu, di mana umat merayakan pesta paskah.
Pekan suci dipahami sebagai momen untuk merenungkan hidup, sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus. Momen ini dihiasi tidak hanya lewat komitmen pribadi tetapi juga kegiatan komunal yang terjadi lewat perayaan keagamaan di gereja.
Pada pekan suci ini, gereja biasanya dipenuhi oleh umat. Makanya, saat pekan suci ini dirayakan dari rumah lewat media internet dan TV, tidak sedikit orang yang merasakannya secara berbeda.
Tidak dipungkiri, hal ini terjadi karena kebiasaan yang sudah terbangun sekian lama, dalam mana sebuah perayaan agama apalagi perayaan besar mesti dirayakan di gereja.
Padahal, kalau dirunut dalam sejarah kemunculan agama itu sendiri, tempat ibadah bisa muncul kemudian daripada umat beriman yang berdoa sebagai kelompok.
Memang, situasi ini terasa rumit di satu pihak. Berdoa dari rumah sembari menonton TV dan video streaming di internet belumlah lumrah bagi sebagian besar orang.
Bahkan ada yang tidak konsentrasi kalau berdoa lewat internet dan TV. Ada kecenderungan terganggu dan tidak fokus dengan apa yang ditayangkan.
Saya kira ini terjadi karena terlalu fokus pada suasana. Padahal, makna doa tidak semata-mata bergantung pada suasana dan situasi. Di mana saja, kita bisa berdoa kalau memang kita mempunyai niat untuk berdoa.
Berdoa dari rumah, terlebih khusus dalam merayakan perayaan besar memang berbeda. Situasinya berbeda. Perasaan juga ikut terpengaruh.