Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Berdoa dari Rumah, Rasanya Berbeda tetapi Maknanya Tetap Sama

5 April 2020   11:56 Diperbarui: 5 April 2020   12:21 938 12
Sebagai kaum beriman dan beragama, konteks berdoa dari rumah sebenarnya bukanlah hal yang baru. Saat kita menyebut diri kita sebagai orang beriman, dengan ini sekiranya kita sudah biasa mempraktikkan kebiasaan berdoa di dan dari rumah. Bentuknya bisa berdoa pribadi atau pun berdoa sebagai sebuah keluarga.

Makanya, sebuah kebohongan kalau kita menyebut diri beragama, tetapi tidak berdoa. Seharusnya identitas diri beragama berjalan bersama dengan hidup berdoa.

 Berdoa tidak mengenal ruang dan waktu. Berdoa itu sendiri merupakan cara kita sebagai seorang yang beriman untuk berkomunikasi dengan Tuhan.

Doa menjadi cara bagi kita yang beragama untuk berelasi dengan Tuhan. Meski setiap kita mempunyai cara yang berbeda dalam berdoa, tujuannya tetap satu dan sama yakni kepada Sang Khalik.

Nuansa berdoa dari rumah menjadi sedikit tergeser di tengah serangan wabah virus Corona saat ini. Pasalnya, berdoa secara komunal dalam konteks yang lebih luas di tempat ibadah seperti di gereja, masjid dan pura dibatasi. Tempat ibadah ditutup untuk sementara waktu.

Untuk agama Kristen umumnya, penutupan tempat ibadah tidak membatasi upacara keagamaan itu sendiri. Upacara keagamaan dalam rupa perayaan misa dan ibadah yang biasa dirayakan setiap hari Minggu tetap berlangsung walau tanpa kehadiran umat.

Bersyukur sekali, kita hidup di era di mana perkembangan teknologi kian maju. Guna mengakomodasi kebutuhan umat untuk berdoa dari rumah, banyak pemimpin agama yang melakukan siaran langsung lewat internet ataupun TV. Jadinya, walau dipisahkan oleh ruang, umat dan pemimpin agama tetap berdoa dalam satu persatuan yang sama.

Pemimpin agama berdoa di gereja dan umat berdoa dari rumah. Berdoa dari rumah ini bukan berjalan satu arah, tetapi ini sekiranya mengikuti tata cara upacara itu sendiri,  yang ditayangkan lewat TV maupun internet.

Singkatnya, disposisi diri berdoa di rumah sekiranya sama dengan disposisi diri saat mengikuti perayaan aktual di gereja.

Contohnya, kalau ke gereja kita seharusnya berpenampilan menarik dan bersih, sekiranya saat berdoa dari rumah kita juga berpenampilan demikian.

Kalau suasana perayaan di gereja dipenuhi keheningan, berdoa dari rumah juga mesti diwarnai oleh keheningan. Bahkan saat perayaan itu membutuhkan jawaban umat, umat semestinya menjawab walaupun tanpa kontak lansung dengan pemimpin upacara.

Meski demikian, tidak sedikit orang yang merasa asing dan aneh. Ada yang berbeda.

Perasaan ini boleh jadi terlahir karena sudah terbiasa dan terpola pada pikiran dan tingkah laku kalau setiap hari Minggu harus pergi ke berdoa di gereja. Tidak heran, saat pola itu mengalami perubahan, saat itu pula kita merasa berbeda.

Terlebih lagi, mulai hari Minggu ini yang dinamakan oleh umat Kristen sebagai Minggu Palma. Minggu Palma merupakan gerbang bagi umat Kristen memasuki dan merayakan pekan suci. Pekan suci ini sendiri mulai hari ini hingga berpuncak pada hari Sabtu, di mana umat merayakan pesta paskah.

Pekan suci dipahami sebagai momen untuk merenungkan hidup, sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus. Momen ini dihiasi tidak hanya lewat komitmen pribadi tetapi juga kegiatan komunal yang terjadi lewat perayaan keagamaan di gereja.

Pada pekan suci ini, gereja biasanya dipenuhi oleh umat. Makanya, saat pekan suci ini dirayakan dari rumah lewat media internet dan TV, tidak sedikit orang yang merasakannya secara berbeda.

Tidak dipungkiri, hal ini terjadi karena kebiasaan yang sudah terbangun sekian lama, dalam mana sebuah perayaan agama apalagi perayaan besar mesti dirayakan di gereja.

Padahal, kalau dirunut dalam sejarah kemunculan agama itu sendiri, tempat ibadah bisa muncul kemudian daripada umat beriman yang berdoa sebagai kelompok.

Memang, situasi ini terasa rumit di satu pihak. Berdoa dari rumah sembari menonton TV dan video streaming di internet belumlah lumrah bagi sebagian besar orang.

Bahkan ada yang tidak konsentrasi kalau berdoa lewat internet dan TV. Ada kecenderungan terganggu dan tidak fokus dengan apa yang ditayangkan.

Saya kira ini terjadi karena terlalu fokus pada suasana. Padahal, makna doa tidak semata-mata bergantung pada suasana dan situasi. Di mana saja, kita bisa berdoa kalau memang kita mempunyai niat untuk berdoa.

Berdoa dari rumah, terlebih khusus dalam merayakan perayaan besar memang berbeda. Situasinya berbeda. Perasaan juga ikut terpengaruh.

Meski demikian, kalau kita memahami makna berdoa itu sendiri, maka makna berdoa dari rumah sebelum dan sesudah situasi wabah Corona tetaplah sama.

Hemat saya, makna berdoa itu tidak semata-mata bergantung pada tempat dan waktu. Maknanya itu bergantung pada intensi dasar dan disposisi batin dari pendoa dalam berdoa kepada Tuhan.

Percuma kalau berdoa di tempat ibadah, tetapi hati dan pikiran dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif atau pikirannya tidak fokus berdoa.

Sebaliknya lebih bermakna berdoa dari rumah, tetapi intensi dan disposisi batinnya sungguh-sungguh untuk berkomunikasi dengan Tuhan.

Berdoa dari rumah boleh saja rasanya berbeda. Rasa itu bisa dipengaruhi oleh kebiasaan yang telah kita bangun sekian lama.

Namun, makna berdoa itu sendiri tetap sama, apalagi kalau kita berdoa dari rumah dengan kesungguhan hati. Selain itu, makna berdoa tidak berubah kalau kita berdoa dari rumah sebagaimana kita berdoa di tempat ibadah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun