Sebab hal itu akan mampu menimbulkan arus modal keluar (capital outflow). Kepemilikan SBN banyak dimiliki asing, ini bahaya apalagi kondisi rupiah sedang terdepresi.
Secara awan mungkin kekhawatiran bisa digambarkan dengan apakan APBN kita cukup untuk membayarnya? Sementara untuk bayar utang, kita perlu ngutang lagi, bahkan ngutang untuk bayar bunga hutang.
Baru-baru ini christine Lagarde, managing Director IMF, menyebut Indonesia tidak membutuhkan bantuan pinjaman dari IMF karena perekonomian Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo sudah sangat kuat dan sehat. Bisa dibilang pencitraan ga ni? Â Boleh ga kita bilang, ia bu ga dari IMF, tapi dari china.
Hutang-hutang itu dipakai untuk bangun Infrastruktur, ya memang banyak negera melakukan itu, katanya. Ada pengalaman buruk negara-negara yang akhirnya bangkrut karena melakukan pembangunan infrastruktur dengan hutang luar negri terutama pada china. Sanggup atau tidak pemerintah mengurusi hutang disisa masa jabatannya?
Lalu yang kedua, Impor.
Tidak usahlah kita terberatkan dengan istilah-istilah perekonomian, kita pakai nalar dan logika sederhana saja. Impor garam sebagai negara maritin dan impor beras sebagai negara agraris itu apa tidak memalukan?
Terus diulang-ulang dimana-mana dan menyakitkan, saat petani kita akan panen, mentri perdagangan malah impor, bulog saja sampai kekurangan space di gudang hingga sewa gudang TNI lalu tetep impor, lalu tinggal salah-salahan saja sambil terus masuk lah itu jutaan ton beras dengan keuntungan pada pihak yang mengimpor.apakah yang maksa sekali ngotot impor ini dapat untung? Pasti.
Garam, ya tuhan... Mungkin ini sudah kita dengar juga berkali-kali. Miris saat sebuah meme menampilkan peta Indonesia yang menggambarkan betapa luasanya lautan kita dengan warna yang biru lalu disana dipertanyakan apakah yang berwarna biru itu adalah padang pasir?
Ketiga, pelemahan Rupiah.
Ramai gerombolan buta nalar lantang bilang kita baik-baik saja saat solar sudah lima belas ribu. Dengan hari ini saja satu dolar sama dengan Rp.15210,63.tapi. Tak berhenti juga tugas mengekang kenyataan pasar dilakukan rezim untuk citra yag tak boleh tak suci.
Bila ada yang mengemukakan fakta lapangan atas imbas kenaikan harga dolar, maka serangan dengan data fiktif yang lalu akan di lemparkan. Bahkan imbas pelemahan rupiah terhadap daya beli terus coba ditutupi.Â