Mohon tunggu...
Indonesia Happy People
Indonesia Happy People Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang Indonesi yang bahagia dan bergembira dalam proses menjadi bagian dari upaya membangun kembali Indonesia Raya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Overdose Pencitraan Jokowi dan Kegagalan Masif

12 Oktober 2018   17:26 Diperbarui: 12 Oktober 2018   20:42 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: olah gambar pribadi

https://orangindonesiabahagia.blogspot.com/2018/10/oversode-pencitraan-jokowi-dan.html

Semakin dilakukan pencitraan kelewat batas, publik makin tersadarkan akan adanya hal besar yang coba ditutupi oleh rezim ini.

Menduduki hampir seluruh media mainstream yang ada di Indonesia? Sudah, pake buzzer? sudah,drama-drama? Sudah, pura-pura pahlawan? Sudah. hampir semua cara dan gaya untuk melahirkan image yang sesuai pesanan bisa kita lihat dimana-mana.

Lalu apa itu berhasil? Belum tentu. Semakin rezim ini panik semakin kelihatan tidak natural yang dilakukan.

Sejak awal sudah banyak hal-hal yang sangat tidak natural yang menyakitkan mata. Selain gimmick remeh temeh yang tidak kontekstual terhadap keberlangsungan negara, tidak ada prestasi yang benar-benar berarti berdampak pada masyarakat, terutama masyarakat kecil alias wong cilik yang selalu dijadikan bahan jualan. Hanya klaim dan klaim. Lalu pengikut rezim akan berkoar-koar soal "mana datanya?", bila ada pihak yang memberi kritik.  Padahal, sering kali data menyesatkan justru di tembakkan sendiri ke udara oleh pemerintah.

Sisi lain seorang pemimpin dalam keseharian memang menarik untuk kita simak, bagaimana pemimpin kita menghabiskan waktu senggang atau kegemaran unik sang petinggi, tapi apakah harus didandani hingga menjadi orang lain? Memaksa mengikuti kegemaran pasar untuk dapat disukai dan mengkhianati jati diri, maka itu bisa kita sebut apa kalau bukan pencitraan overdosis untuk mengalihkan perhatian publik. Terutama swing voters yang masih galau, atau pemuja bersertikat permanen yang memang sudah diprogram demikian, tinggallah pemelihara nalar yang kadang harus urut dada karena terlalu unfaedahnya ulah penguasa.

Lalu apa yang sebenarnya ingin ditutupi?

Bila bicara saat ini, selain kenyataan sulitnya perekonomian yang diderita. Rakyat yang selalu di nafikan, ada penanggulangan bencana yang kenyataannya di lapangan masih kacau balau, ada tiga hal yang dari ratusan list yang bisa kita temukan di google atau kita lihat dan rasa langsung yang paling kentara dan susah untuk ditutupi walau tidak kapok terus dilakukan.

Pertama, Hutang.

Di triwulan ke dua  2018 hutang kita sudah berada pada 355,7 miliar USD yang setara dengan Rp.5.193,2 triliun. Berdasarkan keterangan resmi Bank Indonesia, utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 179,7 miliar dolar AS atau Rp2.623,6 triliun, serta utang swasta sebesar 176 miliar dolar AS atau Rp2.569,6 triliun.

Pengelolaan utang negara selama tiga tahun terakhir bisa kita temukan datanya dimana-mana cenderung buruk. Bahkan INDEF menyebut pemerintah terlalu mengobral utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) yang cenderung dikuasai oleh pihak asing dalam mata uang asing.
INDEF juga mengungkapkan, kepemilikan asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN) perlu diwaspadai. 

Sebab hal itu akan mampu menimbulkan arus modal keluar (capital outflow). Kepemilikan SBN banyak dimiliki asing, ini bahaya apalagi kondisi rupiah sedang terdepresi.

Secara awan mungkin kekhawatiran bisa digambarkan dengan apakan APBN kita cukup untuk membayarnya? Sementara untuk bayar utang, kita perlu ngutang lagi, bahkan ngutang untuk bayar bunga hutang.

Baru-baru ini christine Lagarde, managing Director IMF, menyebut Indonesia tidak membutuhkan bantuan pinjaman dari IMF karena perekonomian Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo sudah sangat kuat dan sehat. Bisa dibilang pencitraan ga ni?  Boleh ga kita bilang, ia bu ga dari IMF, tapi dari china.

Hutang-hutang itu dipakai untuk bangun Infrastruktur, ya memang banyak negera melakukan itu, katanya. Ada pengalaman buruk negara-negara yang akhirnya bangkrut karena melakukan pembangunan infrastruktur dengan hutang luar negri terutama pada china. Sanggup atau tidak pemerintah mengurusi hutang disisa masa jabatannya?

Lalu yang kedua, Impor.

Tidak usahlah kita terberatkan dengan istilah-istilah perekonomian, kita pakai nalar dan logika sederhana saja. Impor garam sebagai negara maritin dan impor beras sebagai negara agraris itu apa tidak memalukan?

Terus diulang-ulang dimana-mana dan menyakitkan, saat petani kita akan panen, mentri perdagangan malah impor, bulog saja sampai kekurangan space di gudang hingga sewa gudang TNI lalu tetep impor, lalu tinggal salah-salahan saja sambil terus masuk lah itu jutaan ton beras dengan keuntungan pada pihak yang mengimpor.apakah yang maksa sekali ngotot impor ini dapat untung? Pasti.

Garam, ya tuhan... Mungkin ini sudah kita dengar juga berkali-kali. Miris saat sebuah meme menampilkan peta Indonesia yang menggambarkan betapa luasanya lautan kita dengan warna yang biru lalu disana dipertanyakan apakah yang berwarna biru itu adalah padang pasir?

Ketiga, pelemahan Rupiah.

Ramai gerombolan buta nalar lantang bilang kita baik-baik saja saat solar sudah lima belas ribu. Dengan hari ini saja satu dolar sama dengan Rp.15210,63.tapi. Tak berhenti juga tugas mengekang kenyataan pasar dilakukan rezim untuk citra yag tak boleh tak suci.

Bila ada yang mengemukakan fakta lapangan atas imbas kenaikan harga dolar, maka serangan dengan data fiktif yang lalu akan di lemparkan. Bahkan imbas pelemahan rupiah terhadap daya beli terus coba ditutupi. 

Sekali lagi ada sedikit kesulitan bila kita hanya mau lihat data yang disampaikan media mainstream. Bila ada waktu ujilah kebenaran dengan langsung turun kepasar. Disana kita bisa lihat langsung pedihnya efek pencitraan yang dosisnya sudah kelewatan karena mengurus negara dengan drama dan gurauan.

Tak perlu diulang disini bagaimana dinegara kita yang kaya hingga perhelatan rapat mewah digelar diatas derita korban bencana bahkan masih ada orang mati karena lapar. Belum gagal? Harapan nalar kita untuk par elite pemegang kuasa untuk lebih natural dan membumi, tapi tidak perlu pakai topeng.

Happy weekend Happy People...

SPREAD LOVE

2019 PRABOWO PRESIDEN :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun