Anak-anak sekolah yang menjadi sasaran program MBG tentu berasal dari berbagai latar belakang, termasuk mayoritas Muslim yang mewajibkan konsumsi makanan halal.
Jika produk yang diberikan melalui SPPG tidak diawasi dan tidak dijamin kehalalannya, maka hak dasar anak-anak dan orang tua mereka sebagai konsumen dilanggar.Â
Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah bisa menurun. Oleh karena itu, pengawasan terhadap produk halal di SPPG menjadi langkah konkret dalam memenuhi hak asasi konsumen Muslim yang dilindungi oleh UU dan nilai-nilai Pancasila.
Kedua, Kepatuhan terhadap Regulasi dan Implikasi Hukum.
Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2014, semua produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal.
Ketentuan ini telah memasuki masa implementasi penuh sejak Oktober 2024, setelah masa transisi selama lima tahun.
Artinya, jika SPPG masih menggunakan produk makanan tanpa sertifikasi halal, maka secara hukum telah terjadi pelanggaran. Hal ini tidak hanya merugikan lembaga penyelenggara program, tetapi juga berpotensi membawa konsekuensi hukum, termasuk sanksi administratif atau pidana.Â
Oleh karena itu, pengawasan halal adalah bentuk nyata dari kepatuhan terhadap hukum dan integritas penyelenggaraan program.
Ketiga, Menjamin Keamanan dan Kualitas Produk.
Label halal tidak hanya berkaitan dengan aspek keagamaan, tetapi juga menjamin kualitas dan keamanan pangan. Proses sertifikasi halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) mencakup aspek kebersihan, keamanan, sanitasi, dan tidak tercampurnya bahan-bahan berbahaya atau najis dalam produk.
Dengan menerapkan pengawasan halal secara ketat, SPPG turut memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi anak-anak tidak hanya bergizi, tetapi juga aman, bersih, dan diproses dengan standar mutu yang tinggi.Â