Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter Hewan | Pegiat Literasi

Lahir di Bantul | Besar di Bungo | Kuliah di Bogor | Mengabdi di Bintan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pelajaran Penting dari Insiden Macan Tutul yang Kabur di Lembang

2 September 2025   17:21 Diperbarui: 2 September 2025   22:26 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Macan tutul Jawa (Panthera pardus melas). | SHUTTERSTOCK

Tak jarang, pengelola tempat wisata hanya berfokus pada aspek komersial, menarik pengunjung sebanyak mungkin, menambah koleksi hewan eksotis, dan memperluas daya tarik wisata, tanpa diimbangi oleh pemahaman dan kesiapan fasilitas. Padahal, konsekuensi dari kelalaian ini bisa sangat fatal, baik bagi manusia maupun hewan.

Dalam kasus macan tutul ini, diduga kandang karantina tidak cukup kuat untuk menahan hewan sebesar dan sekuat Panthera pardus. 

Ini mengindikasikan potensi kelalaian struktural yang perlu dievaluasi. Karena keselamatan publik dan kesejahteraan satwa adalah dua hal yang tidak boleh dikompromikan.

Masyarakat Juga Perlu Berperan Aktif

Penting juga untuk menyadarkan masyarakat bahwa memahami satwa liar bukan hanya tugas para pengelola kebun binatang atau pemerintah. 

Sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, masyarakat perlu memiliki literasi ekologis yang lebih baik. Ini termasuk memahami bahwa satwa liar bukan peliharaan, bukan mainan, dan bukan pula objek selfie.

Apresiasi terhadap satwa seharusnya tidak berhenti pada kekaguman visual, tetapi juga merambah pada rasa hormat terhadap keberadaannya di alam. Satwa liar memiliki peran penting dalam ekosistem, sebagai predator, pengendali populasi, dan indikator kesehatan lingkungan. Perlakuan kita terhadap mereka akan mencerminkan kualitas moral dan intelektual sebagai manusia.

Insiden kaburnya macan tutul dari Lembang Park and Zoo bukanlah insiden pertama, dan tidak akan menjadi yang terakhir jika pola pikir kita terhadap satwa liar tidak berubah. 

Sudah saatnya kita sebagai masyarakat, baik individu, pengelola wisata, maupun pemangku kebijakan, berkomitmen untuk benar-benar memahami karakter satwa liar dan menerapkan prinsip-prinsip etologi dalam setiap bentuk interaksi dengan mereka.

Mengurung hewan liar dalam kandang sempit, mengabaikan kebutuhan psikologisnya, lalu menyalahkan hewan ketika ia mencoba melarikan diri adalah bentuk ketidakadilan yang harus dihentikan. 

Sebaliknya, kita perlu menciptakan lingkungan yang lebih ramah terhadap satwa, dengan pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dan empati.

Karena pada akhirnya, keselamatan manusia dan kelestarian satwa tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling bergantung dan hanya bisa terwujud jika kita mau memahami bahwa setiap makhluk hidup, termasuk macan tutul yang kini menjadi buron, memiliki hak untuk hidup sesuai kodratnya. Semoga bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun