Kedua, Pemeriksaan At-Border.
Saat komoditas tiba di pelabuhan atau bandara, dilakukan pemeriksaan fisik, dokumen, dan laboratorium. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa komoditas memenuhi persyaratan karantina dan keamanan pangan.
Ketiga, Pengawasan dan Monitoring.
Setelah komoditas masuk, Barantin melakukan pengawasan tambahan, termasuk pengambilan sampel untuk pengujian residu pestisida, logam berat, atau kontaminasi mikrobiologi.
Keempat, Sertifikasi.
Jika semua persyaratan terpenuhi, Barantin akan mengeluarkan sertifikat karantina yang menyatakan bahwa komoditas tersebut aman untuk didistribusikan atau diekspor.
Proses ini diatur oleh Undang-Undang No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, yang juga mencakup penggunaan sistem digital seperti Prior Notice untuk mempercepat dan meningkatkan keamanan proses.
Meskipun demikian, adanya proses karantina memang memiliki dampak signifikan terhadap perdagangan internasional, baik secara positif maupun negatif.
Dampak positifnya adalah keamankan produk. Karantina memastikan bahwa produk yang diperdagangkan bebas dari hama, penyakit, atau kontaminasi, sehingga meningkatkan kepercayaan konsumen dan negara tujuan.
Kemudian, Peningkatan Standar. Proses karantina mendorong produsen untuk memenuhi standar internasional, yang dapat membuka peluang pasar baru dan meningkatkan Percepatan Ekspor. Dengan sistem seperti pre-border quarantine dan digitalisasi layanan, waktu proses karantina dapat dipercepat, mendukung efisiensi logistik.
Sementara itu, dampak negatif dari proses karantina adalah adanya biaya tambahan. Proses karantina sering kali memerlukan biaya tambahan untuk pemeriksaan, pengujian, dan sertifikasi, yang dapat membebani eksportir.