Ketiga, Masalah kekuasaan. Kepala daerah dan wakil kepala daerah mungkin berselisih tentang pembagian kekuasaan atau otoritas di dalam pemerintahan daerah.
Keempat, Ketidakcocokan personal. Ada kemungkinan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak cocok secara personal atau memiliki perbedaan yang tidak dapat diselesaikan di luar ranah politik.
Kelima, Ketidaksepakatan atas kebijakan tertentu. Mereka mungkin tidak setuju tentang kebijakan tertentu atau langkah-langkah yang harus diambil dalam menghadapi masalah tertentu di daerah mereka.
Meskipun demikian, Ini hanya beberapa contoh alasan secara umum. Situasinya tentu sangat bervariasi, tergantung pada dinamika politik dan personal di setiap daerah.
Lantas, apakah ini pertanda demokrasi kita yang buruk?Disinilah letak persoalannya. Sistem demokrasi memang cenderung memungkinkan kepala daerah dan wakil kepala daerah berseteru. Penyebabnya, karena keduanya dipilih secara langsung oleh rakyat. Artinya, keduanya sama-sama memiliki dukungan kuat dari rakyat. Sehingga, faktor ego antar keduanya kerap memicu munculnya perseteruan.Â
Faktanya, ketika mereka maju berpasangan dalam Pilkada, tidak ada jaminan bahwa kepala daerah lah yang memiliki massa elektoral terbanyak. Atau sebaliknya, jangan-jangan faktor keterpilihan mereka menjadi pimpinan daerah justru karena faktor elektoral wakil kepala daerahnya.
Jika sudah begini, apa tidak sebaiknya sistem demokrasi kita ditinjau ulang? Apa tidak sebaiknya, rakyat hanya memilih kepala daerah saja? Sedangkan wakil kepala daerah ditunjuk oleh kepala daerah terpilih. Mungkin ini solusi terbaiknya. Semoga!