Mohon tunggu...
Iwan Berri Prima
Iwan Berri Prima Mohon Tunggu... Dokter - Pejabat Otoritas Veteriner

Seorang Dokter Hewan | Diidentifikasi oleh Google sebagai Pengarang | Pejabat Eselon III di Pemda

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perseteruan Kepala Daerah dengan Wakilnya, Apakah Pertanda Demokrasi Kita Buruk?

3 Februari 2024   20:55 Diperbarui: 3 Februari 2024   20:56 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kepala Daerah (Sumber gambar: Net/ Tribunnews.com)

Persoalan tidak harmonisnya antara kepala daerah dan wakil kepala daerah sejatinya bukan hal yang baru. Kejadian ini seolah membuka tabir bahwa ada yang salah dengan sistem demokrasi kita.

Terbaru, perseteruan itu kembali terjadi. Kali ini, antara Bupati  dan Wakil Bupati Rokan Hilir (Rohil) Provinsi Riau yang viral pada Jumat (2/2/2024). Hal ini setelah mereka: Wakil Bupati Rohil, Sulaiman, hampir adu jotos dengan Bupati Rohil, Afrizal Sintong. Pasalnya, Sulaiman mengaku kesal karena tak diundang ke acara pelantikan Pjs kepala desa.

Selain itu, Bupati Bojonegoro, Anna Mu'awanah juga pernah dikabarkan berseteru dengan Wakil Bupati Bojonegoro, Budi Irawanto. Bahkan keduanya saling lapor ke Polisi. Uniknya, sebagaimana diberitakan Kompas.com (3/2/2022), Konflik antara Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro ini berawal dari obrolan di grup WhatsApp pada 6 Juli 2021.

Sementara itu, di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat, perseteruan kepala daerah dengan wakilnya juga terjadi. Wakil Bupati (Wabup) Agam Irwan Fikri, memutuskan mundur karena sudah tidak cocok dengan Bupati Agam, Andri Warman.

Menghadapi situasi seperti ini, tentu yang dikorbankan adalah masyarakat. Bahkan yang lebih berbahaya, jika perseteruan antara kepala daerah dengan wakilnya tidak tampak dipermukaan (baca: tidak diketahui masyarakat secara luas). Dalam bahasa awamnya: mereka sedang "perang dingin". 

Kalau "perang dingin" yang terjadi, biasanya yang menjadi korban adalah pejabat (Kepala dinas beserta jajaran eselon di bawahnya) dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Terutama bagi pejabat, mereka akan serba dilema. Mendukung atau dekat dengan wakil kepala daerah pasti dinilai salah. Kemudian jika terlalu dekat dengan kepala daerah pun pasti terlihat salah. Apalagi, jika posisi elektoral antara kepala daerah dan wakil kepala daerah lebih tinggi wakilnya. 

Faktor Penyebab Perseteruan

Ada banyak alasan mengapa kepala daerah bisa berseteru dengan wakil kepala daerah. Alasan ini, tentu yang mengetahui dan yang merasakan hanya pihak yang terkait. Namun, secara umum, beberapa alasan mengapa kepala daerah dan wakilnya berseteru diantaranya karena:

Pertama, Perbedaan pendekatan atau visi. Keduanya mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana menjalankan pemerintahan atau memprioritaskan kebijakan tertentu.

Kedua, Persaingan politik. Ada kemungkinan bahwa mereka berasal dari partai politik yang berbeda atau memiliki aspirasi politik yang berbeda, yang dapat menyebabkan konflik atau persaingan di antara mereka.

Ketiga, Masalah kekuasaan. Kepala daerah dan wakil kepala daerah mungkin berselisih tentang pembagian kekuasaan atau otoritas di dalam pemerintahan daerah.

Keempat, Ketidakcocokan personal. Ada kemungkinan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak cocok secara personal atau memiliki perbedaan yang tidak dapat diselesaikan di luar ranah politik.

Kelima, Ketidaksepakatan atas kebijakan tertentu. Mereka mungkin tidak setuju tentang kebijakan tertentu atau langkah-langkah yang harus diambil dalam menghadapi masalah tertentu di daerah mereka.

Meskipun demikian, Ini hanya beberapa contoh alasan secara umum. Situasinya tentu sangat bervariasi, tergantung pada dinamika politik dan personal di setiap daerah.

Lantas, apakah ini pertanda demokrasi kita yang buruk?Disinilah letak persoalannya. Sistem demokrasi memang cenderung memungkinkan kepala daerah dan wakil kepala daerah berseteru. Penyebabnya, karena keduanya dipilih secara langsung oleh rakyat. Artinya, keduanya sama-sama memiliki dukungan kuat dari rakyat. Sehingga, faktor ego antar keduanya kerap memicu munculnya perseteruan. 

Faktanya, ketika mereka maju berpasangan dalam Pilkada, tidak ada jaminan bahwa kepala daerah lah yang memiliki massa elektoral terbanyak. Atau sebaliknya, jangan-jangan faktor keterpilihan mereka menjadi pimpinan daerah justru karena faktor elektoral wakil kepala daerahnya.

Jika sudah begini, apa tidak sebaiknya sistem demokrasi kita ditinjau ulang? Apa tidak sebaiknya, rakyat hanya memilih kepala daerah saja? Sedangkan wakil kepala daerah ditunjuk oleh kepala daerah terpilih. Mungkin ini solusi terbaiknya. Semoga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun