Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kesempatan Kedua

13 November 2017   06:04 Diperbarui: 13 November 2017   06:07 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : ounews.co

"Inyo tu ndak ado hal barek nan dipikirkan. Jan bapikirkan se itu lai, tambah lo panyakik wak baiko. Dulu, Andi ko dek ambo tu adalah kamanakan yang pantang menyerah, selalu berusaha untuk berhasil. Tapi, dima kini semangatnyo Andi? Ma Andi nan dulu? Lah, iko Andi lalok lu, tanangan diri dulu. Beko ambo ka jalan-jalan ka beberapa tempat sekedar untuk refreshing. Lai nio Andi ikuik ambo?"

"Ikuik se lah, Mak. Mungkin ambo butuh sedikit piknik bantuaknyo. Lah suntuk pulo utak ambo ko. Ingin pulo saketek meluapkan emosi ke arah yang positif."

OoOoOoOoOoOoO

Percakapan yang cukup intim dengan Mak Heri tadi bisa dibilang awal kebangkitanku dari titik nadir. Mak Heri adalah orang yang sudah kuanggap sebagai saudara sendiri. Waktu aku SMA, aku sering curhat ke dia soal bagaimana kehidupan di Jakarta baik itu dari segi ekonomi bahkan dari segi kriminalitasnya. Namun, ketika kuliah, Mak Heri pun minta supaya aku tinggal sendiri terlebih dahulu, merasakan bagaimana kerasnya kota Jakarta ini. Dan, memang kota ini sudah sangat keras bagiku, jauh lebih dari guru Matematika waktu SMP dulu yang sering jewer dan pukul muridnya dengan rotan bambu jika muridnya melanggar peraturan kelas, semacam berbicara ketika pelajaran ataupun tidak mengerjakan PR. Dari situ, aku juga mulai tahu bahwa ternyata jalan yang ditempuh Mak Heri untuk meniti karir di kota Jakarta ini tidaklah mudah. Dia sampai harus dirampok, ditipu oleh asistennya bahkan dituduh mencuri barang oleh rekan kerjanya. Dia juga ikut merasa depresi dan sempat ada rencana padanya untuk bunuh diri, bahkan dia pun ikut dalam percobaan tersebut. Hingga, sampai akhirnya, dia pun bertobat dan mulai berkaca pada dirinya atas apa yang telah diperbuat sebelumnya dan kenapa mesti seperti ini.

Ah, Andi, ternyata cobaan yang kamu lalui belum seberat yang dialami Mak Heri. Hal itu pun membuatku mulai berpikir mencari beberapa kerjaan di Jakarta, sekedar untuk mengisi waktu luang. Namun, kembali satu pertanyaan muncul, jika aku kelak sukses mendapat tempat kerja, apakah masih muncul bahasan tentang video asusila tersebut? Hanya waktu yang kelak dapat menjawabnya.

Setelah percakapan itu, aku pun ditawarkan sama Mak Heri untuk membantu salah satu bisnisnya di bidang penjualan obat herbal. Aku pun diminta untuk menuliskan promosi tentang manfaat dan kandungan dari jamu yang dirumuskan serta membahas soal penyakit-penyakit yang muncul saat usia tua. Bahkan, tidak hanya itu saja, aku juga diminta beliau untuk mengurus panti asuhan anak Yatim yang dibinanya. Aku juga diminta untuk menjadi guru di sana. Ya, Guru. Profesi yang turut dijalani oleh Amak dan Apak sampai mereka telah pensiun. Dan, masih banyak lagi. Entah, apa tujuan Mak Heri untuk memintaku melakukan banyak sekali kerjaan selama aku berada dalam fase hiatus ini. Ya, sejak itu, aku tidak lagi menyebut diriku sebagai orang buangan sebuah universitas elit di Jakarta. Aku sering menyebut diriku sedang hiatus kuliah karena tidak cocok dengan suasana di kampus tersebut. Meskipun, ada satu atau dua orang yang mengangkat soal video asusila tersebut, Mak Heri pun turut menjelaskan dengan rinci apa yang sebenarnya terjadi.

Tapi, sampai sudah 4 bulan aku bekerja membantu Mak Heri di beberapa bisnisnya, aku masih bertanya-tanya, kenapa dia menginginkanku? Apakah dia memang kehilangan bantuan atau apa ada hal lain? Ya, bukan karena aku mengeluhkan pekerjaanku banyak. Namun, aku bingung, entah kenapa dalam waktu 4 bulan ini, aku merasa lebih bahagia dan sontak lupa akan apa yang terjadi ketika aku awalnya ketemu beliau.

Hingga, pada malam hari setelah sholat Isya, Mak Heri mengajakku makan di sebuah restoran Padang, disertai dengan rendang ayam dan gulai cubadak yang menggoda lidah dan minuman kejayaan Minangkabau, teh talua.

"Andi, alah 4 bulan Andi karajo mambantu ambo di beberapa tempat yo. Baa kini perasaan Andi?"

"Mmm.. baa yo memulainyo, Mak. Pertama, ambo mau berterimakasih banyak samo Mamak. Entah dek baa, tibo-tibo ambo ko mulai lupo samo apo nan terjadi sebelumnya tu. Seolah-olah, ambo berada pada waktu dimana ambo sering banget menulis blog ataupun artikel, yo sebelum ambo kanai fitnah waktu itu, Mak."

"Batua tuh?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun