Sementara dalam Amanat Galunggung yang menuliskan nasihat Rakeyan Darmasiksa, raja Galuh yang memerintah pada tahun 1175 s.d. 1297 kepada putra-putrinya dan keturunannya, kita mendapati kata-kata: "Asing iya nu menangkeun kabuyutan na Galunggung, iya sakti tapa, iya jaya prang." (Siapapun yang menguasai tempat suci Galunggung, dia akan menjadi sakti dalam pertapaan, dia akan menang dalam peperangan) (Gunawan dan Griffiths 2021).
Saat Galunggung menjadi ibukota baru Kerajaan Galuh kawasan tersebut bernama Rumatak (NS, Elis 2017). Nama ibukota Rumatak tertulis dalam prasasti Gegerhanjuang yang bertahunkan 1333 Saka/1441 M (Holle1877, Pleyte 1911, Djafar 1991, dan Gunawan dan Griffith2021) atau 1033 Saka/1111 M (Danasasmita 1975a). Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mengambil bacaan Danasasmita dalam penentuan hari jadinya.
Boleh jadi pengalihan ibukota Galuh ke kawasan Galunggung menjadi dasar pendapat bahwa kata Galunggung berasal dari kata-kata "Galuh Hyang Agung" atau "Galuh nu agung". Dimana galuh, menurut Satjadibrata (1948) dan Danadibrata (2006), antara lain berarti galu (nama sebuah permata yang paling bagus), dapat diartikan juga sebagai galeuh. Galeuh di sini berarti inti (Iskandar 1997). Pada perkembangannya, kata galuh atau galeuh juga dipahami sebagai galih yang bermakna "kalbu" atau "hati yang terdalam". Hal ini tercermin dalam ungkapan Sunda Galuh galeuhna galih yang kurang lebih berarti "Galuh adalah intinya hati".
Berdasarkan kandungan ketiga kata di atas, yakni Sunda, pulung dan Galunggung, maka sebuah interpretasi yang bersifat spiritualitas atas uga "Sunda nanjung lamun pulung turun ti Galunggung" bisa diajukan. Uga ini, hemat saya, ada kaitannya dengan kedatangan sosok Ratu Adil atau Imam Mahdi.
Endang Saifuddin Anshari dikenal luas atas jargon Islam teh Sunda; Sunda teh Islam bahwa Islam itu Sunda, Sunda itu Islam (Ajip Rosidi 2005). Orang Sunda memang mayoritas muslim. Hal ini tergambar dari warga Jawa Barat yang mencapai 97% lebih beragama Islam (BPS 2024). Adapun benang merah antara Sunda dan Islam menurut Direktur Studi Islam Bandung, Ashoff Murtadha (2018) adalah sama-sama menyakini keesaan Tuhan. Sunda Wiwitan menyebutnya Hyang Tunggal sementara Islam Allah al-Ahad. Mengingat kesamaan monoteistik Sunda Wiwitan dengan Islam dan ajaran para nabi terdahulu, sangat mungkin bahwa pembawa ajaran Sunda Wiwitan dulu itu adalah seorang nabi atau rasul yang diutus di tanah ini. Bukan hanya itu, menurut Sumardjo (2014), orang Sunda (Wiwitan) percaya bahwa agama Islam itu sudah sejak awal ada di Sunda. Jadi, menurut keyakinan mereka Sunda itu Islam.
Simbol berupa kata Sunda dalam uga berdasarkan analisis ini sudah terpecahkan, yaitu Islam. Sekarang kita lanjut kepada simbol yang kedua, pulung.
Kembali kepada pernyataan Luthfy (2016) bahwa pulung seperti halnya wahyu yang dengannya seseorang menjalankan misi kenabian, maka tidak sulit untuk menerima penafsiran bila pulung dalam uga Sunda nanjung lamun pulung turun ti Galunggung adalah sosok Ratu Adil atau Imam Mahdi.
Islam di bawah bimbingan langsung Nabi Muhammad saw mengalami puncak kejayaan saat menaklukan Mekah (Fathul Makkah) dan dijanjikan akan kembali mengalami kejayaan yang kedua sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur'an:
Huwalladzi arsala rasuulahu bil-huda wa diinil-haqqi liyuzhhirahu 'alad-diini kullihi, wakafaa billahi syahiidan
"Dialah Yang telah meng-utus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, supaya Dia memenangkannya atas semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi." (QS Al-Fath: 29).
Sebagian mufassir berpendapat bahwa ayat ini sudah tergenapi pada masa Nabi saw. Sebagian lainnya memaknai ayat di atas sebagai nubuatan atau janji yang akan tergenapi. Dikatakan bahwa janji kemenangan ini akan tiba bersama munculnya sosok yang dijanjikan. Kitab Kamaluddin wa Tamaamun Ni'mah Juz 2 hal. 670 mengutip Tafsir Al-'Ayyasyi Juz 2 hal. 87 karya Muhammad bin Mas'ud 'Ayyas al-Salma al-Samarqandi (w. 932) bahwa sosok yang akan mengunggulkan Islam atas semua agama lainnya (liyuzhhirahu 'alad-diini kullihi) berjuluk Al-Qaa'im (Yang Bangkit). Siapakah gerangan Al-Qaa'im ini?