"Aku download tiktok, tapi aku nggak punya akun tiktok, cuma scrolling aja", pengakuan teman saya, artinya benar data di atas.
Standar Tiktok Buat Kesehatan Mental Berantakan
Terutama buat cewek-cewek ini yang suka menggunakan standar tiktok buat diterapkan di kehidupan nyata. Seperti standar buat nyari pasangan, pekerjaan, gaji atau bahkan body goals.
Akibatnya, nggak sedikit yang mengalami gangguan kepribadian atau juga anxiety ketika dunia nyata nggak sesuai dengan gambarannya di tiktok.
Algoritma tiktok yang cepat menyebar, digunakan oleh para content creator buat mengejar popularitas tanpa melihat nilai edukatif dan manfaatnya bagi kehidupan.
Konten-konten yang nggak masuk akal buat diterapkan kehidupan nyata akhirnya menjadi acuan kehidupan di dunia nyata, ini bahaya.
Apalagi konten-konten yang berbau percintaan, pencapaian, dan kesehatan mental bakal cepat banget viral padahal belum tentu benar. Makanya lebih baik ke psikolog atau psikiater daripada menggunakan standar tiktok.
"Konten tiktok macam usia 25 tahun harus punya mobil, rumah, gaji dua digit, pekerjaan yang mapan, itu ngedistract banget, nggak masuk akal!", itu menurut teman saya yang dulu kecanduan tiktok.
Tiktok Cocok Buat Jualan Tapi Nggak Cocok Buat Ketenangan
Bedanya tiktok dengan sosial media lainnya seperti instagram adalah adanya fitur tiktok shop, orang-orang bebas berjualan di live streaming tiktok selama mengikuti persyaratan yang sudah ditentukan.
Makanya banyak yang betah jualan di tiktok karena menjangkau lebih banyak pasar, dari barang-barang yang receh hingga barang-barang branded yang limited edition.
"Tiktok itu menjangkau banyak orang, makanya cepat laku," kata kakak teman saya yang jualan jilbab di tiktok shop.
Beda halnya kalau motivasi bersosial media buat mencari ketenangan menurut saya tiktok nggak cocok karena terlalu berisik. Kalau buat nyari referensi tempat kuliner yang rekomended atau testimoni tempat wisata tiktok memang jagonya.