Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Media dan Kemiskinan

28 Juni 2022   20:50 Diperbarui: 28 Juni 2022   20:57 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kini istilah penanggulangan kemiskinan ekstrem mencuat seiring keluarnya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (Kompas.com). Seluruh konsep ide dan praktik ekonomi politik kemiskinan berbagai rezim tersebut muncul dalam bingkai media.

Sudah lama diperdebatkan bahwa media membatasi pembingkaian (framing) isu-isu publik, termasuk persoalan kemiskinan. Penelitian yang dilakukan Redden (2011) terhadap media arus utama dan alternatif di Inggris dan Kanada menemukan tiga framing dominan yang dilakukan media saat memberitakan kemiskinan. 

Ketiga pembingkaian itu adalah bingkai individualisasi (individualizing frame), bingkai rasionalisasi (rationalizing frame) dan bingkai keadilan sosial (social justice frame).

Memberitakan kemiskinan dengan menampilkan penderitaan individu menjadi ciri khas pemberitaan media di manapun termasuk di Indonesia. Media cetak, penyiaran hingga media baru tak asing dengan kisah getir kehidupan seorang yang miskin. Inilah yang disebut bingkai individualisasi. 

Harkins dan Lugo-Orcando (2016) menyebut sebagai wacana Malthusianisme. Wacana ini muncul di era Victoria dan diadopsi seiring munculnya komersialisme media yang mengakhiri  era surat kabar politik dan ideologis. Kemiskinan dipresentasikan media sebagai isu individu alih-alih masalah struktur sosial. 

Media mendukung gagasan bahwa distribusi kekayaan dalam masyarakat mencerminkan kecerdasan dan kemampuan yang diwariskan untuk tampil lebih baik atau lebih buruk dalam masyarakat sebagai individu. Dengan demikian kemiskinan adalah tanggungjawab perseorangan.

Bingkai rasionalisasi tampil dalam pemberitaan yang menitikberatkan pada alasan instrumental (Redden,2011). Kemiskinan dinarasikan dengan rujukan statistik dan pembiayaan program. 

Kemiskinan disajikan sebagai isu untuk dievaluasi berdasarkan kuantifikasi, perhitungan dan analisis biaya versus manfaat. Pembingkaian rasionalisasi kemiskinan sering kita temui di media jelang kontestasi politik baik oleh pendukung maupun pesaingnya

Jika ada media yang menampilkan kemiskinan dalam relasi kualitas kehidupan dan sebagai hak dalam kesetaraan distribusi maka di situlah kita temui bingkai keadilan sosial. 

Media di Indonesia pernah melakukan framing keadilan sosial saat menanggapi rencana vaksinasi  berbayar pemerintah yang akhirnya diubah menjadi vaksinasi Covid-19 gratis untuk semua penduduk Indonesia.

Media hadir bukan hanya menghibur, namun juga memberikan suara kepada penderitaan. Bingkai keadilan sosial harus makin sering dimunculkan dalam pemberitaan kemiskinan. Karena itu semua adalah pelaksanaan mantera media sebagai Amanat Hati Nurani Rakyat, Migunani Tumraping Liyan (bermanfaat untuk orang lain) dan Inspirasi untuk Perubahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun