Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Revitalisasi Tiga Halte Transjakarta Melanggar Kaidah Pelestarian Cagar Budaya

5 Oktober 2022   12:12 Diperbarui: 5 Oktober 2022   12:23 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangunan atau revitalisasi halte Transjakarta dengan latar Patung Selamat Datang (Sumber: Kompas/Heru Sri Kumoro melalui kompas.id) 

Menurut Bambang, sebagaimana kompas.id (30/9/2022) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebaiknya menghentikan pembangunan dengan cara menyegel bangunan. 

Kemudian, DMPPTSP mengarahkan pemohon, yaitu Transjakarta, untuk menjalani prosedur. Untuk bangunan, permohonan diajukan ke Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG). Kemudian untuk aspek cagar budaya ke Dinas Kebudayaan, permohonan diajukan dalam Tim Sidang Pemugaran (TSP).

Yang membingungkan kita adalah komentar dari Direktur Utama PT Transportasi Jakarta M Yana Aditya. Beliau menjelaskan, masih menurut kompas.id, revitalisasi halte Transjakarta yang berada dekat kawasan cagar budaya, sudah berkoordinasi dengan semua pihak.

Begitu pula pihak Pemprov DKI Jakarta, yang jelas-jelas mengabaikan TACB dan TSP. Nah, pihak mana, apakah TACB dan TSP, pihak yang paling berkompeten. Ataukah pihak-pihak lain yang kurang mendalami masalah cagar budaya?

Undang-undang Cagar Budaya 2010 (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id) 
Undang-undang Cagar Budaya 2010 (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id) 

Kekuasaan dan Keilmuan

Sejak 1970-an pembangunan fisik di Jakarta tidak terencana dan terkontrol dengan baik. Sudah banyak terjadi perusakan, pembongkaran, bahkan penghilangan situs-situs masa lampau. 

Kini yang banyak tersisa berupa tinggalan dari masa Islam dan masa Kolonial. Tinggalan dari masa Prasejarah dan masa Klasik (Hindu-Buddha) sangat sedikit sekali ditemukan di Jakarta. Periodesasi dalam arkeologi adalah masa Prasejarah, Hindu-Buddha, Islam, dan Kolonial.

Dulu kekuasaan memegang peran. Faktor keilmuan atau sumbang saran para ilmuwan tidak mendapat perhatian. Hotel Des Indes, misalnya, yang dianggap bersejarah diratakan dengan tanah untuk digantikan pusat pertokoan di bilangan Harmoni. Itu terjadi masa 1970-an.

Istal museum yang dirobohkan sebagaimana berita Kompas, 5 November 2012 (Dokpri)
Istal museum yang dirobohkan sebagaimana berita Kompas, 5 November 2012 (Dokpri)

Yang jelas kekuasaan selalu nomor satu. Tentu sebagian pakar masih ingat ketika pada 2012 Museum Sejarah Jakarta akan membangun gedung tambahan di halaman belakang. Pada lokasi itu pernah berdiri istal atau kandang kuda. Dulu trem kuda pernah ada di Batavia. Ketika itu Gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Pak Fauzi Bowo.

Banyak pakar memberi masukan terhadap pembangunan gedung tambahan itu. Bayangkan pakar sekelas Adolf Heuken (alm) tidak digubris. Padahal beliau ibarat ensiklopedia berjalan tentang sejarah Jakarta. Beberapa arkeolog pun 'dibungkam' oleh penguasa.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun