Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Publikasi Populer tentang Arkeologi Sebaiknya Ditulis Kalangan Arkeologi Sendiri

20 Februari 2021   08:18 Diperbarui: 20 Februari 2021   08:29 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua penulis arkeologi teraktif di Kompasiana (Foto: tangkapan layar Kompasiana)

Publik harus terlibat karena para arkeolog tidak pernah tahu di mana tinggalan-tinggalan budaya masa lalu tersembunyi. Sepanjang sejarah melakukan ekskavasi, para arkeolog tidak pernah menemukan benda-benda fantastik dan spektakuler. Namun di mata arkeolog, pecahan-pecahan seperti keramik pun akan bermanfaat untuk memberi tarikh pada temuan lain yang dihubungkan dengan konteks sejarah.

Sering kali penemuan arkeologi terjadi karena jasa penggarap tanah, seperti petani, pembuat pondasi rumah, dan penggali sumur. Contoh yang jelas dari ekskavasi tidak sengaja itu antara lain penemuan Candi Sambisari, penemuan benda emas dari situs Wonoboyo, dan penemuan struktur bangunan ketika pembangunan jalan tol di Malang.

Di pihak lain masih banyak warga masyarakat yang melakukan perbuatan ilegal untuk mencari benda-benda kuno di darat dan air. Tujuan mereka tentu saja untuk keuntungan pribadi, bukan kepentingan ilmu pengetahuan.

Mengingat masih banyaknya warga masyarakat yang berperilaku negatif, diharapkan para arkeolog sering melakukan sosialisasi lewat pertemuan tatap muka dan tulisan populer. Tulisan yang sering dan mudah dicerna akan menghasilkan apresiasi tinggi dari masyarakat terhadap kepurbakalaan.

Tulisan populer sering dihubungkan dengan koran atau media daring. Umumnya media-media arus utama itu menggunakan bahasa formal atau bahasa baku. Namun seiring perkembangan teknologi digital, banyak muncul blog pribadi dan blog publik. Dibandingkan media arus utama, memang tulisan pada blog tanpa suntingan. Bahkan menggunakan bahasa nonformal atau bahasa blog. Sekadar contoh, untuk kata saya atau aku, mereka menggunakan ogut, ane, gw, eike, dan ai. Ini sah-sah saja karena bahasa gaul sulit dikontrol. Yang penting materinya dipahami masyarakat.

Sebagai penutup saya ingin memberi saran. Pertama, para arkeolog sendiri harus mampu dan mau menulis populer karena lebih efektif dalam memberi pemahaman kepada masyarakat. Arkeolog yang bekerja di instansi arkeologi pasti memahami permasalahan yang perlu diungkapkan kepada publik. Beda dengan saya, meskipun arkeolog tapi saya berada di luar lingkungan arkeologi.

Kedua, nilai angka kredit untuk publikasi populer harus ditambah. Dalam arkeologi, penting sekali berkomunikasi dengan masyarakat agar perbuatan negatif macam penggalian liar, pencurian arca, penyelundupan benda antik, dan penyelaman liar bisa diminimalisasi bahkan dihilangkan. Ini semua demi melengkapi penulisan sejarah kuno Indonesia sekaligus memperkaya perbendaharaan tinggalan nenek moyang kita.***      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun