Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenang Peristiwa Malari 15 Januari 1974, dari Unjuk Rasa menjadi Kerusuhan

15 Januari 2021   07:51 Diperbarui: 16 Januari 2021   20:46 1816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Malari di Jalan M.H. Thamrin (Foto: nasional.kompas.com)

Pagi hingga siang hari, 15 Januari 1974, saya masih bersekolah. Ketika itu saya duduk di tingkat SMP. Seperti biasa, pulang sekolah saya hampir selalu berjalan kaki. Di perjalanan saya lihat banyak mobil diberhentikan oleh sekelompok orang, kemudian mobil-mobil itu dicorat-coret. Saya belum berpikir jauh peristiwa apa itu. Cuma aneh saja.

Meskipun banyak mobil berlalu lalang, namun kok tidak semua mobil dicorat-coret, begitu pikir saya. Sampai di rumah saya bercerita kepada orang tua saya.

Sore hari saya melakukan kebiasaan saya, yakni mendengarkan siaran radio gelombang pendek. Waktu itu BBC mengudara pukul 17.30 WIB. Betapa terkejutnya saya karena ada berita pembakaran Proyek Senen. Rupanya apa yang saya lihat itu saling berhubungan.

Suasana Peristiwa Malari 1974 (Foto: nasional.kompas.com)
Suasana Peristiwa Malari 1974 (Foto: nasional.kompas.com)
Kerusuhan

Dulu susah mencari info, kecuali dari koran, radio, dan televisi. Stasiun televisi yang ada baru satu-satunya, TVRI. Sementara untuk radio, hanya RRI yang menyampaikan berita. Selain itu ada beberapa stasiun radio luar negeri berbahasa Indonesia seperti Radio Australia ABC, Radio Inggris BBC, Radio Suara Amerika VOA, dan Radio Suara Jerman Deutsche Welle.  

Besoknya baru saya ketahui jelas bahwa kemarin terjadi demonstrasi dan kerusuhan.  Pemerintah menyebut peristiwa itu dengan nama Peristiwa Malari atau Malapetaka Lima Belas Januari. Intinya mahasiswa berdemonstrasi untuk menolak modal asing masuk ke Indonesia. Ketika itu produk-produk Jepang, seperti kendaraan bermotor dan elektronik, memang menguasai pasar Indonesia.

Pada 14-17 Januari 1974 Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Jakarta. Semula mahasiswa akan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Namun karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil masuk pangkalan udara. Maklum saat itu Halim Perdanakusuma masih menjadi lapangan terbang militer.

Dari berita-berita media massa, saya baru tahu bahwa kendaraan yang dicorat-coret itu adalah kendaraan buatan Jepang. Mahasiswa sempat berdemonstrasi juga ke Kedutaan Besar Jepang.

Sebelum kedatangan Tanaka sebenarnya sudah terjadi aktivitas antimodal asing. Ketua IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk, juga sempat didemonstrasi.  IGGI terdiri atas beberapa negara maju. Lewat IGGI-lah Indonesia memperoleh pinjaman dana.

Suasana Malari di Jalan M.H. Thamrin (Foto: nasional.kompas.com)
Suasana Malari di Jalan M.H. Thamrin (Foto: nasional.kompas.com)
Tidak murni

Sayang demonstrasi yang sekarang disebut unjuk rasa itu, tidak murni gerakan mahasiswa. Banyak pihak menyusup atau memanfaatkan kesempatan sehingga terjadi pembakaran dan penjarahan. Korban terbesar adalah Proyek Senen. Ketika itu Proyek Senen menjadi pusat perdagangan terbesar di Jakarta. Sasaran para penjarah adalah toko emas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun