Kita tak bakal menyangka wadah pandemi Covid begitu ganas. Seluruh dunia sama-sama menderita. Bidang ekonomi paling terkena dampak. Bayangkan, sejak pemberlakuan lockdown, pembatasan sosial berskala besar, dan protokol kesehatan lain, banyak warga di seluruh dunia terkena PHK, dirumahkan sementara, pemotongan gaji, dsb.
Banyak aktivitas terhenti. Di dekat rumah saya, ada dua restoran menutup usaha secara permanen. Jelas PHK lagi. Entah berapa orang pegawai restoran tersebut.
Para pekerja seni yang biasa bekerja dari panggung ke panggung, kehilangan mata pencarian. Begitu pula pekerja budaya, pemandu lepas, pokoknya para pekerja informal. Penyedia jasa sepeda onthel di Kotatua Jakarta juga ikut kena dampak. Sejak pertengahan Maret, di Jakarta tidak boleh ada keramaian. Maka penghasilan mereka pun tidak ada sama sekali. Â
Dalam kondisi seperti ini, yang agak aman tentu saja PNS atau ASN. Meskipun bekerja dari rumah, mereka tetap mendapat gaji. Bahkan THR dan gaji ke-13.
Memang ada BLT, bansos, atau dengan nama lain untuk masyarakat di seluruh Indonesia. Namun pembagian tidak merata. Ada yang benar-benar butuh, malahan tidak dapat. Ada yang mempunyai mobil, malahan di rumahnya ditempel stiker "keluarga miskin".
Selain itu ada skema "Kartu Prakerja", mungkin buat yang terkena PHK. Belum lama ini ada wacana lagi, pegawai swasta yang bergaji di bawah 5 juta akan diberikan BLT sebesar Rp 600.000 selama 4 bulan. Nah, yang kasihan guru honorer. Semoga mereka juga mendapat bantuan.
Saya pun terkena dampak Covid. Dulu, sewaktu internet belum muncul, saya bisa produktif menulis artikel di koran dan majalah Jakarta. Honorariumnya lumayan. Sejak internet menjamur, media cetak ikut terkena dampak. Memang ada media cetak versi daring yang memberikan honorarium. Namun tidak banyak dan tidak besar. Di masa pandemi Covid ini, honor semakin 'terjun bebas'. Maklum, pemasukan mereka dari iklan menurun drastis.
Sejak pertengahan Maret, ketika diumumkan pembatasan sosial berskala besar, saya di rumah saja. "Bahagia di rumah' sebagaimana slogan, meskipun tanpa penghasilan berarti. Paling-paling untuk terapi kesehatan, saya mengikuti webinar atau kegiatan daring. Setelah itu menuliskan hasil kegiatan di Kompasiana. Sekadar tahu, mengikuti webinar sekitar dua jam, lalu membuat tulisan sekitar satu jam. Total habis waktu tiga jam.
Susah buat saya untuk keluar rumah. Maklum, ada pembatasan untuk lansia. Sudah tidak ada gaji apalagi uang pensiun, juga tidak ada bantuan sama sekali dari pemerintah. Saya pikir inilah nasib, tidak usah meminta-minta. Kita tetap berikhtiar saja.