Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membumikan Arkeologi Lewat Tulisan Populer

19 Juni 2020   09:09 Diperbarui: 19 Juni 2020   09:12 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sorgum di Nusantara sudah ada pada relief Candi Bobudur (Dok. Ahmad Arif)

Arkeologi memang selalu dihubungkan dengan benda-benda kuno atau antik. Karena dianggap mahal, maka banyak terjadi pencurian dan penggalian liar. Boleh dibilang bendanya diminati, tapi tidaklah demikian dengan keilmuannya.

Sejak lama banyak terjadi 'pelecehan' terhadap kepurbakalaan. Pembongkaran bangunan kuno, vandalisme pada candi, 'pemugaran' tanpa izin, bahkan 'gangguan' lain terhadap situs bersejarah. Ini bukan hanya dilakukan oleh masyarakat tapi juga oleh pemerintah.

Sekadar gambaran, situs Tugu di Jakarta pernah terpotong jalan tol. Kini para pemerhati sejarah dan budaya sedang ketar-ketir menunggu keputusan pembangunan sirkuit Formula-E di kawasan Monas. Kalau tidak ada pandemi Covid-19, mungkin sirkuit tersebut sudah rampung. Maklum rencananya akan dipakai pada Juni ini. Gegara pandemi, pembangunan ditunda.

Arkeologi sendiri memiliki berbagai kegiatan, seperti penggalian atau ekskavasi, analisis, riset pustaka, dan lain-lain dengan kegiatan akhir berbentuk publikasi. Publikasi ditujukan untuk masyarakat yang ingin mengetahui 'apa sih kerjaan para arkeolog'. Publikasi berupa pameran benda temuan di museum dan berbagai tulisan, baik ilmiah, semi ilmiah, ilmiah populer, atau populer.

Pak Wuri/kiri dan Pak Arif/kanan (Dokpri)
Pak Wuri/kiri dan Pak Arif/kanan (Dokpri)
Jurnalistik Arkeologi

Para arkeolog yang mampu menulis populer memang masih langka. Beruntung Balai Arkeologi Sulawesi Utara (Balar Sulut) menyelenggarakan kegiatan daring bertopik "Jurnalistik Arkeologi: Membumikan Arkeologi Cara Jurnalis". Kegiatan dilaksanakan pada Kamis, 18 Juni 2020.

Berbicara pada kegiatan itu Kepala Balar Sulut Pak Wuri Handoko dan jurnalis Kompas Pak Ahmad Arif dengan moderator Pak Yadi Mulyadi. Pak Yadi adalah Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Sulawesi, Maluku, dan Papua. Turut hadir dan memberi sambutan Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Pak I Made Geria dan Ketua IAAI Pusat Ibu Wiwin Djuwita.

Pada kesempatan itu Pak Wuri mengajak para arkeolog dan masyarakat yang hadir pada kegiatan daring itu untuk belajar bersama memetik pengalaman, yakni pengalaman menjumpai fenomena kebudayaan sehingga menimbulkan kepekaan 'sense of archaeology, sense of cultural, dan sense of humanity'. Pengalaman itu, kata Pak Wuri, harus dituangkan dalam bentuk tulisan.

"Oleh karena ada 'sense' maka dalam menuangkan ke dalam bentuk tulisan, Anda merdeka dalam menyampaikan apa yang dilihat, dirasakan, dan dipikirkan. Merdeka berpikir kemudian merdeka menulis," demikian Pak Wuri. Merdeka menulis tidak perlu komposisi baku, cukup memperhatikan naratif (bercerita), pilihan kata (diksi), mengalir, serta lincah dan ritmis.

Pada akhir sambutan, Pak Wuri mengajak para peserta kegiatan daring ini yang berasal dari berbagai kalangan dan daerah asal, untuk menuliskan pengalaman menjumpai fenomena arkeologi tentang situs, masyarakat, hasil riset, dan sebagainya. Tulisan-tulisan yang terkumpul nanti akan dijadikan buku.

Arkeologi penting diketahui masyarakat karena menjadi sumber primer kejadian di masa lampau (Dok. Ahmad Arif)
Arkeologi penting diketahui masyarakat karena menjadi sumber primer kejadian di masa lampau (Dok. Ahmad Arif)
Untuk semua kalangan

Pak Arif menguraikan apa yang disebut publikasi ilmiah, yakni publikasi terbatas untuk kalangan akademisi atau golongan tertentu. Bahkan publikasi ini disertai abstrak dan daftar pustaka sederet. Diuraikan pula tentang publikasi populer dan jurnalistik. Menurut Pak Arif, jurnal berasal dari kata journal, yang berarti catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, bahkan surat kabar. Produk jurnalistik berupa pengetahuan populer, terlihat pada koran, televisi, radio, online, dan buku. "Hal ini penting untuk memopulerkan arkeologi ke publik," kata Pak Arif.

Tulisan populer ditujukan untuk semua kalangan. Tujuannya agar orang memahami satu persoalan yang ditulis, bukan mengakui kepintaran penulisnya. Demikian kata Pak Arif. Kunci untuk menulis populer, katanya, bahasa sederhana, mudah dimengerti, dan enak dibaca atau human interest.

"Karena bersifat human, maka jangan menulis soal benda saja. Harus juga tentang manusianya, misalnya siapa penemu benda tersebut, bagaimana cara menemukannya, dan lain-lain. Pokoknya sesuai teori jurnalistik 5 W + 1 H (What, Who, Where, When, Why, dan How).

Menurut Pak Arif banyak kearifan tradisional yang perlu ditulis secara populer agar bisa diketahui masyarakat. Contohnya  rumah kayu tahan gempa di Sulawesi. Pada 1859 Wallace merasakan gempa dahsyat, namun ia hanya kehilangan lampu rumah.  Juga tentang sorgum di Nusantara yang baru ditulis pada abad ke-16, padahal sudah ada pada relief Candi Borobudur. 

Kegiatan daring diikuti sekitar 155 peserta lewat aplikasi Zoom dan 300 lewat live streaming Youtube. Kegiatan pertama Balar Sulut cukup diminati masyarakat. Kita tunggu kegiatan-kegiatan selanjutnya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun