Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membumikan Arkeologi Lewat Tulisan Populer

19 Juni 2020   09:09 Diperbarui: 19 Juni 2020   09:12 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sorgum di Nusantara sudah ada pada relief Candi Bobudur (Dok. Ahmad Arif)

Pak Arif menguraikan apa yang disebut publikasi ilmiah, yakni publikasi terbatas untuk kalangan akademisi atau golongan tertentu. Bahkan publikasi ini disertai abstrak dan daftar pustaka sederet. Diuraikan pula tentang publikasi populer dan jurnalistik. Menurut Pak Arif, jurnal berasal dari kata journal, yang berarti catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, bahkan surat kabar. Produk jurnalistik berupa pengetahuan populer, terlihat pada koran, televisi, radio, online, dan buku. "Hal ini penting untuk memopulerkan arkeologi ke publik," kata Pak Arif.

Tulisan populer ditujukan untuk semua kalangan. Tujuannya agar orang memahami satu persoalan yang ditulis, bukan mengakui kepintaran penulisnya. Demikian kata Pak Arif. Kunci untuk menulis populer, katanya, bahasa sederhana, mudah dimengerti, dan enak dibaca atau human interest.

"Karena bersifat human, maka jangan menulis soal benda saja. Harus juga tentang manusianya, misalnya siapa penemu benda tersebut, bagaimana cara menemukannya, dan lain-lain. Pokoknya sesuai teori jurnalistik 5 W + 1 H (What, Who, Where, When, Why, dan How).

Menurut Pak Arif banyak kearifan tradisional yang perlu ditulis secara populer agar bisa diketahui masyarakat. Contohnya  rumah kayu tahan gempa di Sulawesi. Pada 1859 Wallace merasakan gempa dahsyat, namun ia hanya kehilangan lampu rumah.  Juga tentang sorgum di Nusantara yang baru ditulis pada abad ke-16, padahal sudah ada pada relief Candi Borobudur. 

Kegiatan daring diikuti sekitar 155 peserta lewat aplikasi Zoom dan 300 lewat live streaming Youtube. Kegiatan pertama Balar Sulut cukup diminati masyarakat. Kita tunggu kegiatan-kegiatan selanjutnya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun