Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Karena Sulitnya Pengawasan, Banyak Sisa Kapal Kuno yang Tenggelam Telah Dimutilasi dan Hilang

19 Mei 2020   17:31 Diperbarui: 20 Mei 2020   04:51 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun kekurangan kita, katanya, dalam hal narasi. Pak Fitra mencontohkan bagaimana temuan keramik bisa bercerita banyak. Misalnya dihubungkan dengan tradisi tertentu oleh etnis tertentu untuk menyimpan tali ari-ari. Atau bagaimana kalau rendang disimpan dalam wadah keramik, apakah lebih awet atau tidak.

Pak Fitra menyinggung pula soal Jalur Rempah yang direncanakan pada 2024 akan diajukan ke UNESCO. Untuk itu tentu saja masih perlu penelitian terutama dihubungkan dengan jalur pelayaran.

Pak Junus Satrio (Dokpri)
Pak Junus Satrio (Dokpri)
Harta karun

Menurut Pak Stefanus, masyarakat lebih menilai wreck (istilah untuk kapal tenggelam) identik dengan harta karun. Pemahaman publik, harta karun adalah uang. Pemahaman seperti inilah yang harus diganti, kata Pak Stefanus.

Karena pemahaman akan uang itulah. Pak Stefanus pernah menemukan kapal besi yang sudah dipreteli. 

"Pada 2004 masih utuh tapi pada 2014 bagian lambung sudah hilang. Bagian lain yang tadinya ada empat, kemudian tinggal satu," kata Pak Stefanus memberi contoh.

Banyak bagian kapal telah dimutilasi tanpa diketahui aparat berwenang. Maklum sulit pengawasan karena berada di dasar laut. "Padahal harta karun yang sesungguhnya adalah ilmu pengetahuan," kata Pak Stefanus.

Pak Junus berbicara soal teknologi yang kita miliki. Sebelumnya beliau melihat dampak BMKT yang merupakan singkatan dari Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam, menguntungkan negara dan pengusaha.

Dulu memang sistem bagi hasil, artinya pengusaha sebagai pemodal proyek eksplorasi dan pemerintah sebagai pemberi izin mendapat masing-masing 50% dari hasil penjualan, dengan syarat negara memilih terlebih dulu koleksi yang unik untuk museum.

Penulis, moderator, dan Pembicara (Dokpri)
Penulis, moderator, dan Pembicara (Dokpri)
Menurut Pak Junus, umumnya nelayan memiliki insting yang bagus untuk mengetahui lokasi-lokasi kapal tenggelam. Namun koordinat tidak di-share secara terbuka. Yang mau tahu harus bayar, dan umumnya pengusaha-pengusaha eksplorasi yang menggunakan jasa nelayan.

Pengalaman Pak Junus, lokasi kapal tenggelam telah banyak diambili penjarah. Bahkan sisa-sisa kapal telah hilang dan terdapat lubang cukup besar di lokasi tersebut.

"Untuk menemukan lokasi perlu teknologi. Karena itu pengecekan lokasi sulit," katanya soal belum adanya penetapan cagar budaya terhadap tinggalan dari dalam air.

Menurut Pak Fitra, pihaknya akan mengusahakan Dana Perwalian untuk membantu komunitas cagar budaya dalam rangka melindungi cagar budaya bawah air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun