Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Museum Harus Menjadi Tempat Belajar agar Orang Menjadi Bijak

30 Oktober 2017   21:13 Diperbarui: 30 Oktober 2017   21:49 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi muda dalam Jelajah Museum TMII (Dok. KPBMI)

Berkaitan dengan peringatan Hari Museum Indonesia 12 Oktober 2017 lalu, TMII menyelenggarakan berbagai kegiatan dengan tajuk Gebyar Pesona Museum Nusantara ke-3. Tema yang diambil "Satu Cinta untuk Museum". Rangkaian acara dimulai pada 27 Oktober berupa Museum Funwalk, lalu 29 Oktober berupa Jelajah Museum, dan ditutup pada 30 Oktober dengan Diskusi Publik Permuseuman.

Peringatan Hari Museum juga diikuti masyarakat luar TMII. Komunitas saya, Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) ikut berpartisipasi dalam Jelajah Museum. Saya terjunkan empat mahasiswa karena mereka sudah familiar dengan gadget. Supaya menarik perhatian, mereka memakai pakaian ala Dayak. Ya seadanya saja, yang penting beda dengan peserta lain. Dua mahasiswa dan dua mahasiswi tergabung dalam regu KPBMI. Meskipun tidak menjadi juara,  mereka terpilih sebagai peserta dengan kostum teratraktif.

Undang-undang Museum

Hari ini, Senin, 30 Oktober 2017, saya menghadiri Diskusi Publik Permuseuman bertema "Perlunya penguatan payung hukum permuseuman Indonesia".  Pembicara dalam diskusi itu A.A. Oka Mahendra (pakar hukum) dan Putu Supadma Rudana (Ketua Asosiasi Museum Indonesia dan anggota Komisi X DPR). Sebagai moderator Sigit Gunardjo, Ketua AMI Kawasan TMII).

Diskusi publik perseuman di Bayt Al-Qur'an dan Museum Istiqlal (Dokpri)
Diskusi publik perseuman di Bayt Al-Qur'an dan Museum Istiqlal (Dokpri)
Mengawali pembicaraannya, Oka mengatakan hukum itu bukan payung. Kalau payung hujan/panas dibuka, kalau tidak dipakai lalu ditutup. Harusnya urgensi UU tentang museum.

Menurut Oka, museum bukan sekadar menyimpan naskah. Diharapkan naskah ditransformasikan menjadi semangat. Museum harus bergerak terus dan tetap berpedoman masa lalu, begitu kata Oka. "Museum harus menjadi tempat belajar sejarah agar orang menjadi bijak, bukan sekadar pintar," katanya.

Pada bagian lain Oka berpendapat ada kekurangan pada penjabaran museum, yakni museum sebagai tempat menyimpan atau merawat. "Seharusnya bukan sekadar tempat tapi lembaga hidup," tutur Oka. Pada bagian lain, Oka mengatakan ada kekurangan pada pemanfaatan koleksi museum, sebagaimana tertulis pada PP No. 66 Tahun 2015.  "Selain untuk perkembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial, dan/atau pariwisata, harusnya juga untuk agama," kata Oka.

Narasumber diskusi, dari kiri Putu Supadma Rudana, Sigit Gunardjo (moderator), dan A.A. Oka Mahendra (Dokpri)
Narasumber diskusi, dari kiri Putu Supadma Rudana, Sigit Gunardjo (moderator), dan A.A. Oka Mahendra (Dokpri)
Merumuskan hukum memang sulit, itu juga dijelaskan Oka. Ia mencontohkan kalimat berikut yang tanpa tanda baca, "Istri camat yang baru cantik sekali". "Yang cantik istri atau camat," katanya disambut tawa peserta diskusi.

Putu Supadma Rudana berbicara setelah itu. Ia mengemukakan perlunya UU Museum dan Badan Permuseuman. UU Museum merupakan langkah strategis untuk menjadi garda terdepan di bidang budaya. Saat ini pendidikan hanya di dalam ruangan. Seharusnya lewat museum, pendidikan juga diberikan di luar ruangan.

Putu menyadari, lembaga yang mengurusi permuseuman di Indonesia selalu "dipermainkan". Misalnya masuk di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lalu Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan. Bahkan nama Direktorat Permuseuman tadinya berdiri sendiri, lalu digabung dengan Cagar Budaya, dan kini menjadi Subdirektorat Permuseuman.

Museum Nasional juga akan menjadi perhatian Putu, sebagai anggota Komisi X DPR. Museum Nasional harusnya tidak di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan. "Museum Nasional harus diberi ruang tapi juga harus dikawal," kata Putu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun