Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencari Arkeolog yang Mau Beramal Buku

2 November 2016   19:57 Diperbarui: 4 November 2016   16:47 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lebih dari 200 lembar tanda terima JNE (Dokpri)

Buku adalah jendela dunia, begitu kata slogan. Namun harga buku masih relatif mahal, karena tampaknya pemerintah tidak mensubsidi harga kertas. Maka, buku sulit terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Meskipun demikian, ada buku yang relatif murah, bahkan diperoleh secara gratis. Buku-buku gratisan ini biasanya diterbitkan oleh instansi-instansi pemerintah karena menggunakan dana APBN/APBD.

Sayang, buku-buku gratis ini hanya didistribusikan untuk instansi tertentu dan perpustakaan tertentu. Masyarakat awam sulit mengakses atau memperoleh buku-buku ini, kecuali datang sendiri ke setiap instansi. Ini pun kadang bermasalah karena ditanya surat ini itu. Bagaimana kalau mereka ini pekerja mandiri? Memang kadang-kadang cukup gampang mendapatkan buku, kita tinggal menulis atau menandatangani tanda terima yang tersedia.

Di Jakarta umumnya instansi-instansi pemerintah menyediakan buku dan majalah gratis, termasuk jurnal. Nah, bagaimana kalau masyarakat dari luar Jakarta ingin memperoleh publikasi-publikasi tersebut? Mau tidak mau mereka harus datang sendiri ke setiap instansi yang menerbitkan buku tertentu. Dengan demikian biaya yang mereka keluarkan cukup mahal, apalagi kalau tidak mempunyai keluarga di Jakarta. Sangat disayangkan, banyak instansi tidak mempunyai biaya pengiriman untuk individu yang memerlukan buku tertentu.

Berdasarkan kesulitan itulah saya coba membantu mereka dengan cara membuat kuis berhadiah buku. Kuis ini saya selenggarakan di Facebook sejak Januari 2016. Waktu penyelenggaraannya tidak tetap, kadang disesuaikan dengan momen, kadang sesuka hati. Yang jelas, sesuai dengan isi kantong saya karena ini murni dana pribadi. Bukan dana APBN atau APBD. Maklum saya lulusan Jurusan Arkeologi tapi berstatus pekerja mandiri.

Tanda terima dari pemenang kuis (Dokpri)
Tanda terima dari pemenang kuis (Dokpri)
Pastinya setiap bulan saya menyelenggarakan kuis. Sebagian besar tentu berhadiah buku-buku sejarah, purbakala, dan museum (sepurmu). Hal ini karena banyak teman saya bekerja di instansi-instansi tersebut sehingga untuk mendapatkan buku tidak mengalami birokrasi berbelit. Cukup tanda tangani tanda terima. Bahkan tidak perlu sama sekali.

Bukan hanya satu buku. Sering kali untuk satu judul, saya mendapatkan beberapa eksemplar. “Untuk kuis kan perlu banyak,” begitu kata teman saya. Memang benar juga supaya saya tidak bolak-balik meminta buku.

Banyak tempat saya datangi, biasanya sambil ngobrol dan makan siang. Maklum teman lama. Jadi saya hampir selalu dijamu. Kadang disuruh cari di gudang, buku-buku apa saja yang diperlukan. Nah, itulah enaknya punya kawan yang menerbitkan buku-buku gratis. Kalau bukunya super banyak, biasanya saya menggunakan taksi untuk membawanya ke rumah.

Kuis yang saya selenggarakan cukup banyak diminati kawan-kawan Facebook yang berada di luar Jakarta. Saya sendiri umumnya belum pernah bertemu muka dengan mereka. Mereka meng-add saya di Facebook karena sering membaca blog arkeologi dan blog museum saya. Biasanya saya hadiahkan dua buku untuk setiap pemenang. Ongkos kirim saya tanggung menggunakan JNE, karena agen JNE terletak sekitar 300 meter dari rumah saya. Ya, tidak mengapa, hitung-hitung amal.

Sebenarnya program bagi-bagi buku sudah saya lakoni sejak 2013. Ketika itu saya membagi-bagi buku saya yang dobel.  Biasanya untuk perpustakaan komunitas di luar Jakarta yang saya anggap berpotensi. Komunitas yang saya beri sumbangan buku, saya nilai mempunyai ruangan cukup supaya masyarakat bisa ikut baca.

Rata-rata setelah menerima buku sebagai pemenang kuis, kawan-kawan Facebook itu selalu memberi kabar. Yah, ini sebagai pertanggungjawaban saya juga kepada teman-teman yang memberi sumbangan buku.

Tanda terima dari pemenang kuis (Dokpri)
Tanda terima dari pemenang kuis (Dokpri)
Entah sampai kapan saya bisa beramal dengan cara membagi-bagi buku. Memang biasanya tergantung rezeki saya. Kalau lumayan, saya sering menyelenggarakan kuis. Kalau kantong cekak, yah cuma 2-3 kali dalam sebulan. Yang jelas, setiap bulan ada kuis.  

Selain kuis, saya sesekali menyelenggarakan hibah buku. Ini saya tujukan untuk arkeolog-arkeolog yunior yang juga berada di luar Jakarta. Buku-buku yang saya hibahkan adalah buku-buku yang saya tidak pakai lagi atau buku-buku dobel. Peminat hibah buku pun cukup lumayan banyak. Hanya karena punya satu buku, terpaksa saya seleksi dari sekian banyak peminat. Yang saya anggap benar-benar membutuhkan, saya kirimi gratis.

Tidak terasa memang dalam kurun waktu sekian tahun itu saya sudah beramal cukup lumayan. Prinsip saya sih sederhana saja. “Keluar uang ratusan ribu rupiah sebulan, tidak membuat saya miskin. Tidak keluar uang segitu, juga tidak membuat saya kaya”. Semoga usaha seperti ini bisa diikuti oleh arkeolog-arkeolog lain. Atau mungkin pemerintah bisa mengambil alih upaya yang telah saya lakukan ini agar pemerintah tidak abai memperhatikan masyarakat awam, arkeolog, dan yang paling penting tinggalan-tinggalan arkeologi yang banyak bertebaran di seluruh Nusantara. Bisa saja kita bermitra. Prinsip gotong royong itulah yang saya harapkan.

Terus terang, saya hanya ingin masyarakat tercerdaskan. Bahkan meningkatkan kemampuan mereka mengenai sejarah, purbakala, dan museum. Juga kemampuan para arkeolog sendiri. Saya hanya berpikiran benefit (manfaat), bukan profit (keuntungan finansial). Sebagai pekerja mandiri, itulah mungkin sumbangsih saya buat dunia sepurmu (sejarah, purbakala, museum).  Usaha yang saya lakukan memang belum apa-apa. Saya lihat di berbagai media ada tukang ojek yang membuka sekolah gratis dan tukang becak yang membuka perpustakaan keliling gratis. Mereka adalah orang hebat. Saya masih mencari arkeolog berstatus pekerja mandiri atau mereka berpenghasilan tetap yang mau beramal buku.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun