Mohon tunggu...
djoko st
djoko st Mohon Tunggu... bloger

bloger yang gemar bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

'Give A Tariff A Chance' dan 'All You Need Is A Fair Trade'

13 April 2025   23:35 Diperbarui: 13 April 2025   22:49 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Beatles. Sumber gambar: imdb.com.

Jangan lupakan pula George Harrison. Ia tertarik pada spiritualitas Timur. Kalau dia masih ada, mungkin dia akan menggagas konser amal bertajuk Concert for Shenzhen, menggabungkan sitar dan synthesizer dalam harmoni lintas kutub dagang antara Timur dan Barat.

Lalu, bagaimana dengan Lennon? Dia mungkin akan memilih jadi aktivis Twitter. Setiap pagi, ia akan sibuk mencuit, “Give tariff a chance” atau “All you need is fair trade.”

Tentu saja, keberadaan Beatles di era kiwari tidak akan lepas dari polarisasi politik media. CNN akan menyebut mereka duta perdamaian, sementara Fox News menuduh mereka agen sosialis Inggris.

Dan di Tiongkok? Semua karya mereka akan diblokir – lalu dibajak, dan digemari secara diam-diam, seperti halnya banyak produk budaya Barat lainnya.

Tak bisa disensor

Dalam perang dagang, taktik bisa berupa sanksi, tarif, hingga pembatasan teknologi. Akan tetapi, kekuatan musik tak bisa disensor dengan semudah itu. Lagu Yesterday, yang termuat di  album Help milik Beatles tetap menyentuh, meski didengarkan dari VPN.

Menariknya, ada penelitian dari University of Southern California (2021) yang menyatakan bahwa musik dapat menurunkan bias politik dalam diskusi global. Musik membangun empati. Dan Beatles, jelas, spesialis dalam urusan empati massal.

Di tengah segala kekacauan sekarang ini, Beatles bisa menjadi pengingat bahwa globalisasi tak harus berarti dominasi satu pihak atas yang lain. Globalisasi bisa berbentuk kolaborasi, seperti Lennon dan McCartney menulis lagu bareng-bareng, meski sering tak sepakat soal akord B minor.

Sekarang bayangkan Beatles bikin konser dunia bertajuk One Belt, One Bassline. Tiketnya dijual lewat platform gabungan Amazon dan Alibaba. Konsernya disiarkan serentak di YouTube dan Bilibili. Dan damai pun turun dari langit digital.

Anak-anak muda Tiongkok menyanyikan Let It Be di subway Shanghai, sementara mahasiswa Harvard menggubah ulang Blackbird dengan lirik bernuansa kritik terhadap kapitalisme multinasional. Ironis? Justru itu adalah harmoni.

Dalam ekonomi, kita mengenal istilah keuntungan komparatif – negara berbeda memproduksi barang yang paling efisien untuk dipertukarkan. Nah, mungkin Beatles punya keuntungan komparatif dalam menyatukan umat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun