Baru 12 tahun usia Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Namun prestasinya begitu istimewa. Mengimbangi, bahkan melewati partai-partai politik lama. Demikia juga dengan Ketua Umumnya, Prabowo Subianto yang tetap dicintai publik Indonesia. Mengapa bisa begitu?
Pada Kamis, 6 Februari 2020, tepat dua belas tahun Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mewarnai bahkan, dalam berbagai dimensi menjadi katalis perjalanan kebangsaan dan ketatanegaraan. Baik dalam dinamika politik, proses demokrasi, ekonomi kerakyatan, peningkatan kualitas anak bangsa, hingga kontribusi Gerindra dengan dunia internasional. Â
Satu pencapaian yang patut diapresiasi. Sebab mendirikan dan menumbuh-kembangkan partai politik (parpol) bukanlah pekerjaan mudah. Sejak 1955 hingga 2020 ratusan parpol timbul lalu tenggelam.
Hilang, mati, dan terlupakan karena menjadi parpol terlarang di NKRI, mengalami fusi, tidak diakui Kemenkumham, gagal menjadi parpol peserta Pemilu, dan atau tidak mendapat kursi di parlemen.
Maka, bersyukurlah keluarga besar PDIP, Gokar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP yang meraih kursi DPR RI dan DPRD. Patut diapresiasi juga untuk Perindo, Berkarya, hanura, PBB, dan PKPI yang mendapat kursi parlemen di DPRD Propinsi atau Kabupaten/Kota.
Perolehan kursi parlemen memang bukan satu-satunya indikasi kejayaan parpol. Namun, realitas di lapangan, jumlah kursi yang dimiliki sangat berpengaruh dengan kehidupan parpol, terutama dalam keseharian organisasi dan menghadapi hajat demokrasi seperti Pemilihan Legislatif, Pemilihan Kepala Daerah, hingga Pemilihan Presiden. Dalam titik ini, salah satu fungsi parpol untuk perekrutan dan kaderisasi sangat diuji.
Riwayat Gerindra
Salah satu parpol yang lahir pascareformasi adalah Gerindra. Parpol yang secara resmi berdiri pada 6 Februari 2008 masih bertahan hingga sekarang. Usia 12 tahun memang masih muda, namun prestasi yang ditorehkan terbilang istimewa.
Sekadar catatan, dari literasi yang saya ketahui, baik dari buku, koran, internet, dan televisi, gagasan pendirian parpol adalah buah dari diskusi awal Fadli Zon dan Hashim Djojohadikusumo. Saat Sea Games Desember 2007, Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, Muchdi Pr, dan Fadli Zon berkumpul di Bangkok, Thailand.Â
Di tengah menyaksikan pertandingan silat (Prabowo Ketum IPSI) dan Polo (Prabowo pendiri dan pembina Nasional Polo Club), lahir berbagai usulan nama parpol. Usul dari Hashim-lah yang diterima semua. Â Sedangkan lambang Garuda menoleh ke kanan adalah ide dari Prabowo Subianto. Padahal, berdasarkan survei kecil-kecilan Fadli Zon, masarakat lebih memilih lambang harimau.