* * * *
Memang dilema juga sih, di satu sisi teman sedang benar-benar membutuhkan, tapi diri sendiri juga sebenarnya masih kembang kempis. So, menyumbang menurut saya lebih baik daripada memberikan pinjaman.
Anehnya, biasanya wa seperti ini muncul ketika saya ada sedikit kelebihan rezeki. Mungkin Tuhan mengingatkan, bahwa di dalam rezeki yang lebih itu ada hak orang lain yang harus dipenuhi.
Bisa jadi pula saya kurang beramal harta, jadi momennya pas diberikan kepada orang terdekat selain keluarga inti yang benar-benar sedang memerlukan uang. Toh suatu saat kita bisa saja mengalami hal serupa, jadi saat kejadian itu tiba ada malaikat yang turun tangan membantu kesulitan yang kita alami.
Kembali ke laptop. Mengapa kita jangan meminjamkan uang pada teman yang susah?
Pertama, hutang adalah kewajiban yang harus dibayar, bahkan dikejar hingga pintu surga. Memberikan hutang pada orang yang susah justru akan semakin membebani dirinya karena selain harus tetap survive menjalani hidupnya yang sedang susah, dia juga harus memikirkan cara membayar hutang. Akhirnya yang terjadi hanyalah gali lubang tutup lubang, membayar hutang dengan berhutang pada orang lain lagi.
Kedua, belum jelas kapan hutang tersebut akan dibayar, walau janjinya kalau ada rezeki lebih sekalipun. Syukur kalau masih ingat, kalau lupa atau menghilang seperti kasus yang pernah saya alami tadi bagaimana coba. Kadang walau dia dapat rezeki lebih, belum tentu untuk bayar hutang kita, bisa jadi dipakai untuk menutupi hutang lain yang lebih besar atau digunakan untuk keperluan lain yang lebih mendesak.
Ketiga, kita tidak mengandalkan pengembalian hutang sebagai investasi apabila kita mengalami kesulitan atau butuh modal suatu saat nanti. Menagih hutang bukan perkara gampang ferguso. Apalagi dengan teman sendiri, kadang rasa ga enak tetap saja muncul saat menagih hutang. Belum lagi kalau galakan yang ditagih, bisa-bisa rusak pertemanan.
Keempat, lupakanlah kalau kita telah menolong atau menyumbang harta pada orang lain. Anggaplah kita tak pernah membantunya agar tidak mengharapkan balas budi secara instan. Selain itu melupakan pertolongan akan membuat dia tak menjadi sungkan atau enggan bertemu karena belum mampu membalas kebaikan kita. Tetaplah jalin silaturahmi seolah tak pernah ada hutang budi di antara kita.
Kelima, mengingatkan kita mungkin suatu saat kejadian serupa juga bisa jadi bakal menimpa diri sendiri. Hindari sejauh mungkin niat untuk berhutang walau kondisi sedang sulit sekalipun. Lebih baik minta tolong walau belum tentu diberi daripada menjanjikan akan mengembalikan uang yang belum jelas waktunya.
Terakhir, tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Menyumbang, berapapun nilainya, lebih berharga dan malah menjadi investasi intangible dunia akhirat. Suatu saat kita dalam kesulitan, ada saja tangan Tuhan yang tiba-tiba hadir menolong kita. Memang belum tentu yang berhutang berbalik menolong kita, tapi orang lain lagi yang justru akan menyelamatkan kitaÂ