Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Misteri Tangisan di Sudut Benteng Balangnipa Sinjai

22 Juli 2018   19:44 Diperbarui: 22 Juli 2018   19:52 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman Depan Benteng Balangnipa (Dokpri)

Kabupaten Sinjai adalah salah satu kabupaten tertua di Sulawesi Selatan, namun kurang dikenal dibandingkan dengan kabupaten lainnya seperti Tana Toraja, Bone, atau Gowa yang memiliki situs bersejarah maupun obyek wisata terkenal. Letaknya di sebelah timur Sulawesi Selatan juga bukan berada pada jalan poros Trans Sulawesi sehingga jarang orang luar bertandang bila tidak ada keperluan atau sekedar transit. Namun bukan berarti Sinjai tidak memiliki peninggalan sejarah sama sekali. Paling tidak ada dua situs bersejarah yang masih dipelihara hingga kini, yaitu Benteng Balangnipa dan situs arkeologi Batu Pake Gojeng.

Terowongan Sumpang Labbu (Dokpri)
Terowongan Sumpang Labbu (Dokpri)
Dari Makassar, saya berangkat pagi hari untuk urusan dinas ke Sinjai melalui jalan lintas Pangkep - Bone melewati Taman Nasional Bantimurung yang terkenal dengan kupu-kupunya. Namun yang unik dari jalan lintas ini adalah terowongan Sumpang Labbu yang dibangun pada zaman Belanda dengan melibatkan ribuan warga memahat bukit cadas karena tidak ada lagi alternatif lain jalur jalan yang memungkinkan untuk menembus bukit cadas tersebut. 

Saung di Atas Terowongan (Dokpri)
Saung di Atas Terowongan (Dokpri)
Hingga saat ini terowongan tersebut masih dipertahankan seperti ukuran semula lebar 5 meter dan panjang 8 meter sehingga kendaraan yang melintas harus bergantian. Terowongan ini menjadi tempat favorit untuk beristirahat setelah perjalanan jauh dari Makassar. Di atas terowongan terdapat saung yang bisa digunakan sebagai tempat bersantai sambil menikmati pemandangan alam yang luar biasa indah.

Batas Kabupaten Sinjai (Dokpri)
Batas Kabupaten Sinjai (Dokpri)
Setelah menempuh perjalanan selama sekitar lima jam, saya tiba di kota Sinjai. Urusan dinas harus nomor satu, selesai pekerjaan sorenya saya menyempatkan diri untuk mampir ke Benteng Balangnipa, salah satu peninggalan sejarah zaman kerajaan Gowa dan penjajahan Belanda. Letaknya masih berada di pusat kota, tak jauh dari kantor dinas yang saya kunjungi sebelumnya.

Papan Informasi Sejarah Benteng Balangnipa (Dokpri)
Papan Informasi Sejarah Benteng Balangnipa (Dokpri)
Konon menurut papan petunjuk yang dipasang di halaman depan, benteng ini dibangun tahun 1557 oleh kerajaan Tellulimpoe (tiga kerajaan kecil yaitu Lamatti, Todong, dan Bulo-Bulo) yang berada di tepi Sungai Tangka. Awalnya bangunan ini dibuat dari batu gunung yang diikat oleh lumpur sungai Tangka. Namun setelah Belanda memenangkan perang Mangarabombang pada tahun 1859-1861, benteng tersebut diperbaharui dengan bangunan model Eropa seperti benteng Rotterdam di Makassar.

Salah Satu Sudut Bastion (Dokpri)
Salah Satu Sudut Bastion (Dokpri)
Benteng ini terdiri atas 4 sudut atau bastion sebagai pos jaga untuk memantau lalu lintas sungai dan pergerakan musuh (bila ada) di sekitar benteng. Luasnya sekitar 2500 meter persegi berbentuk hampir menyerupai bujursangkar dengan panjang sisinya sekitar 50 meter. Di tengah benteng terdapat taman yang dikelilingi oleh dua buah bangunan besar dan beberapa bangunan kecil lainnya. Selain ruang perkantoran, di dalam benteng juga terdapat ruang tahanan tempat para tawanan ditahan dan disiksa dengan keji oleh Belanda.

Dua Bangunan Utama di Dalam Benteng (Dokpri)
Dua Bangunan Utama di Dalam Benteng (Dokpri)
Sebagaimana bangunan bersejarah lainnya, benteng ini juga tak luput dari aneka kisah misteri, seperti suara tangisan orang-orang yang pernah disiksa jaman dulu, tabuhan genderang serta teriakan perang. Konon suara tersebut berasal dari arwah atau jin pengikut para tawanan perang yang tertangkap dan ditahan di dalam benteng tersebut. Bagi penduduk setempat mereka sudah terbiasa mendengar suara-suara tersebut dan tidak terlalu mengganggu karena hanya muncul di waktu-waktu tertentu saja.

Gerbang Masuk Benteng dan Ruang Tahanan (Dokpri)
Gerbang Masuk Benteng dan Ruang Tahanan (Dokpri)
Selain benteng, Sinjai juga memiliki situs arkeologi Batu Pake Gojeng yang menandakan betapa tuanya usia wilayah Sinjai. Di situs ini terdapat benda-benda yang terbuat dari bebatuan yang berasal dari zaman megalitikum. Selain itu juga terdapat peninggalan berupa menhir dan batu pahat yang menandakan sudah ada kehidupan pada masa tersebut. 

Gerbang Masuk Situs Batu Pake Gojeng (Dokpri)
Gerbang Masuk Situs Batu Pake Gojeng (Dokpri)
Sayang saya tidak sempat mengeksplorasi terlalu jauh karena sudah kesorean sehingga hampir keburu ditutup oleh petugas. Konon tempat ini pernah menjadi tempat persembunyian Jepang pada masa Perang Dunia Kedua untuk mengintai pergerakan sekutu di Teluk Bone. Dari puncak bukit tampak hamparan kota Sinjai dan pantai di sisi lainnya.

Undakan dari Bebatuan Kuno (Dokpri)
Undakan dari Bebatuan Kuno (Dokpri)
Terakhir menjelang senja, saya sempatkan mampir di pantai pelabuhan Larea Rea menanti matahari terbenam walau  membelakangai pantai. Setiap sore pantai ini ramai oleh pengunjung warga lokal yang ingin menikmati semilir angin pantai sambil ngopi dan makan pisang epek atau cemilan lainnya. Setelah mentari benar-benar terbenam, saya kembali berangkat ke Makassar menyusuri malam gelap di sepanjang perjalanan.

Sunset di Pantai Sinjai (Dokpri)
Sunset di Pantai Sinjai (Dokpri)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun