Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tetap Kuat Meraba Bukit Susulaku Saat Puasa

21 Mei 2018   09:57 Diperbarui: 21 Mei 2018   10:15 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gembala Menyusuri Indahnya Bukit Susulaku (Dokpri)

Sebagai surpervisor merangkap surveyor yang tugasnya membuka hutan sekaligus monitor kondisi lapangan membuat saya harus bisa menjaga stamina apalagi di bulan puasa. Saya selalu bertekad untuk tetap berpuasa walau harus berpeluh keringat membabat hutan meraba daerah baru yang belum dikenal. Justru di bulan puasa kita benar-benar diuji apakah kita percaya atau mengimani perintahNya atau malah sebaliknya, walaupun dimungkinkan bagi para musafir untuk berbuka dengan membayar ganti puasa di bulan lain.

Ujian sesungguhnya di bulan puasa pernah saya alami ketika harus meraba-raba Bukit Susulaku karena tidak ada jalan setapak dan bentuknya berupa padang rumput yang luas. Saya ditugaskan untuk mencari lokasi buat pengembangan wilayah baru di sebuah desa di pedalaman Pulau Timor. 

Dari Kupang kami berangkat sore hari agar tiba di Kefamenanu, ibukota TTU masih belum terlalu malam. Kami tiba sekitar pukul 10 malam dan langsung menginap di salah satu hotel di tepi jalan raya Trans Timor. Untungnya hotel tersebut menyediakan makan sahur sehingga kami tidak perlu hunting di gelapnya malam, apalagi di TTU termasuk daerah rawan.

Kantor Desa Susulaku, NTT (Dokpri)
Kantor Desa Susulaku, NTT (Dokpri)
Esoknya kami melapor ke Pemda setempat untuk koordinasi sekaligus meminta bantuan untuk memandu kami menuju lokasi. Pagi hari kami bergerak ke arah Wini yang berbatasan dengan Timor Leste di Oecussi. Kami sempat menyeberang sebentar untuk berfoto-foto sebelum kembali ke NKRI. 

Cuaca agak panas namun tertolong kondisi setempat yang masih cukup rindang. Lagipula posisinya dekat pantai sehingga angin laut turut membantu mendinginkan suasana.

Setelah selesai survei kami kembali ke arah Kefa untuk mengejar buka di sebuah warung makan Padang. Hari pertama tidak terlalu melelahkan karena di sebelah utara sebagian masih diliputi hutan bercampur padang rumput. Lagipula tanah yang kami survei cukup datar sehingga tidak perlu mengeluarkan ekstra energi. Walau demikian, para pemandu kami tetap makan siang dengan membawa bekal sebelum berangkat ke lokasi.

Esoknya kami bergerak ke arah timur menuju Insana, sebuah wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Belu dengan kondisi berbukit-bukit. Lokasinya terletak di Desa Susulaku, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi NTT. Selain TTU ada juga Kabupaten TTS atau Timor Tengah Selatan. Untungnya tidak ada Kabupaten TTM karena nanti bisa tergoda lagi untuk mampir.

Disinilah sesungguhnya tim kami diuji karena cuaca benar-benar panas dan nyaris tidak ada pepohonan yang menaungi kami seperti di hari pertama. Perbukitannya tampak seperti padang steppa di Mongolia namun cuacanya panas terik. Hanya tampak beberapa sapi mengais rerumputan ditemani gembala yang berpayung menghindari sengatan panas mentari.

Jalan mobil hanya sampai di kaki bukit, sementara untuk melanjutkan survey kami harus mendaki bukit setinggi sekitar 200 meter dengan meraba-raba karena tidak ada jalan setapak di tengah cuaca terik serta mempercepat proses dehidrasi. Keringat mulai mengucur deras sementara saya bertahan untuk tetap berpuasa bersama dengan anggota tim lainnya. Para pemandu sudah kelelahan dan terpaksa minta izin untuk minum duluan. Apa boleh buat karena mereka tidak ada kewajiban puasa, saya hanya bisa mengizinkan sambil ngiler melihat percikan air membahasi kerongkongan mereka.

Alhamdulillah, walau dengan kondisi tenggorokan kering, sampai juga kami ke atas. Bersama warga setempat kami coba untuk memetakan posisi bukit di GPS dan melakukan pendatan awal lokasi. 

Sejujurnya saya sendiri sudah tidak tahan dengan cuaca panas dan tenggorokan kering, namun karena kewajiban agama dan malas untuk membayar di hari biasa membuat saya tetap bertahan hingga Maghrib tiba. Syukurlah ketika turun kembali ke mobil hingga tiba di hotel saya dan tim masih bisa bertahan walau harus terkapar di kasur sambil menanti azan Maghrib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun