Saat pertama kali mendarat di Pulau Kalimantan, saya terkagum-kagum dengan orang Jawa yang bisa bertahan hidup di seberang pulau. Mulai dari naik ojek hingga supir bis ke Samarinda saya diantar orang Jawa, sampai suatu ketika masuk ke sebuah kantor instansi, pandangan saya berubah total.
Setiap saya bertanya, jawabannya selalu diawali atau diakhiri dengan kata Inggih. Sebenarnya mulut ini gatal ingin berbahasa Jawa, namu karena berada di instansi pemerintah, saya tetap berusaha menggunakan Bahasa Indonesia walaupun jawabannya selalu ada kata Inggih-nya. Selesai urusan dinas, saya langsung menemui supir hendak mengajak makan berat karena sudah lapar.
"Piyan mau kemana?" tanya supir.Â
"Kita cari makan Pak, yang khas makan apa ya?" jawab saya sambil bertanya balik.Â
"Makan iwak, Pak" jawabnya lagi.
"Ikan Maksudnya?"
"Inggih Pak,"
"Disini banyak orang Jawa ya Pak, termasuk Bapak?"
"Inggih Pak, tapi ulun asli Banjar,"
"Hebat juga bapak, bisa bahasa Jawa biar sedikit-sedikit,"
"Bukan Pak, memang bahasa Banjar ada kemiripan dengan Jawa,"