[caption id="attachment_371097" align="aligncenter" width="314" caption="Batu Kolbano (Kolpri)"][/caption]
Pulau Timor merupakan salah satu pulau karang terbesar yang didiami manusia dan terdiri dari dua negara yaitu Indonesia dan Timor Leste. Berbeda dengan pulau Flores yang merupakan pulau gunung api atau dataran alluvial, hampir dua pertiga dataran Timor lapisan tanahnya merupakan karang yang membentuk kapur, sehingga kalau dikupas tanah di atasnya, akan muncul tanah kapur dan batuan karang. Air sendiri merupakan barang mahal karena sulit didapat dan hanya bisa diambil dari mata air yang terdapat di beberapa titik saja. Cuaca juga sangat panas dibandingkan daerah lainnya, karena letaknya yang merupakan pertemuan dari dua benua. Saya yang kebetulan ditugaskan di pulau tersebut tahun lalu tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjelajahi pulau yang kaya potensi obyek wisata tersebut, salah satunya adalah penjelajahan dari Kupang menuju perbatasan Timor Leste. Beserta tiga rekan lain dan supir kantor, kami mulai penjelajahan selama dua hari Sabtu - Minggu untuk menikmati alam khas Pulau Timor.
[caption id="attachment_371091" align="aligncenter" width="314" caption="SPBU Kebabisan Stok BBM (Kolpri)"]

Perjalanan dimulai pukul 7.30 pagi dengan tujuan pertama adalah perbatasan Timor Leste agar terkejar sebelum pukul 16.00 saat gerbang ditutup. Perjalanan relatif lancar, namun untuk mengantisipasi langkanya bahan bakar, kita bawa jerigen berisi 200 liter agar cukup untuk kembali lagi ke Kupang. Benar saja, setiap SPBU yang dilewati selalu habis persediaan, kalaupun ada antriannya cukup panjang dan membuang waktu. Sekitar pukul 13.00 siang kami tiba di perbatasan Mota Ain melalui kota Atambua. Di situ kami diminta melapor ke Pos Polisi, dan kami sampaikan bahwa kami hanya sekedar berwisata, tidak menyeberang. Polisi tersebut mengizinkan sambil menawarkan jasa untuk mengantar hingga Batugade. Mengingat waktu sudah siang dan takut gerbang ditutup, terpaksa tawaran tersebut kami tolak, dan kami hanya berfoto-foto hingga di depan gerbang imigrasi Timor Leste setelah meminta izin imigrasi dan tentara yang berjaga di pintu perbatasan. Perbatasan Timor Leste jauh lebih megah dari Indonesia, karena dibantu oleh Australia dan Amerika, ironisnya yang membangun gedung imigrasinya justru kontraktor dari Indonesia!!
[caption id="attachment_371092" align="aligncenter" width="314" caption="Selamat Jalan Indonesia (Kolpri)"]

[caption id="attachment_371093" align="aligncenter" width="314" caption="Gerbang Perbatasan Timor Leste (Kolpri)"]

Selepas foto-foto selama setengah jam, kami beranjak ke perbatasan satunya lagi yang terletak di Wini yang berbatasan dengan Oekussi. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang luar biasa indah, rangkaian perbukitan batu yang berpadu dengan pesisir pantai dan tambak. Sayangnya waktu telah melewati pukul 16.00 ketika tiba di gerbang Wini sehingga gerbang keburu ditutup. Saat itu cuaca juga sedang hujan lebat sehingga tak bisa mengambil foto. Tak lupa sebelum mengambil foto, kami mampir dulu ke pos jaga TNI dan Polisi serta imigrasi agar tidak dicurigai. Rupanya tentara yang berjaga disitu digilir setiap enam bulan sekali, kebetulan saat itu yang berjaga adalah batalyon dari Makassar. Karena cuaca kurang bersahabat, kami kembali ke arah Atambua mengingat waktu sudah menjelang malam. Kalau siang hari dari Wini bisa tembus langsung ke Kefamenanu, ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara dan jaraknya lebih pendek, namun kondisi jalannya kurang baik dan dikhawatirkan terjadi sesuatu karena sepi.
[caption id="attachment_371094" align="aligncenter" width="314" caption="Perbukitan Batu Berpadu dengan Padang Savana (Kolpri)"]

Di sepanjang perjalanan kembali kami sempatkan mampir di pantai dekat pelabuhan Wini dan pantai Tanjung Bastian. Air lautnya masih jernih dan pantainya sepi pada hari itu sehingga kita bebas mengambil foto. Mungkin karena cuaca kurang bersahabat sehingga pantainya tampak sepi, padahal hari itu adalah hari libur. Kondisi pantainya sendiri relatif agak kotor walau airnya masih bening dan kurang terawat, bisa jadi karena retibusinya terlalu murah dan sudah tidak memadai lagi bahkan untuk sekedar memelihara saja. Matahari telah terbenam ketika kami tinggalkan pantai Tanjung Bastian menuju ke Atambua.
[caption id="attachment_371095" align="aligncenter" width="314" caption="Muara Sungai Wini yang Mempesona (Kolpri)"]

[caption id="attachment_371096" align="aligncenter" width="314" caption="Pantai Tanjung Bastian (Kolpri)"]
