Mohon tunggu...
Diyah Ulan Ningrum
Diyah Ulan Ningrum Mohon Tunggu... Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Hobiku adalah menulis. Menulis adalah caraku untuk berbicara versi diriku sendiri. Aku memang orang yang dikategorikan sebagai pemikir. Maka dari itu, aku ingin sedikit berbagi bacaan kepada teman-teman semua. Happy reading🤗

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tak Lebih Namun Cukup; Konteks Bersyukur dalam Kitab Nashoihul Ibad

3 Oktober 2025   15:14 Diperbarui: 3 Oktober 2025   15:14 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelayan di Bendungan Pacal Kabupaten Bojonegoro(Sumber: Picture by Diyahuull)

Setiap manusia telah dijatah rizkinya masing-masing oleh Allah. Selama manusia memiliki keinginan untuk berusaha dan berdoa, meminta pada-Nya, maka Allah akan mencukupkan kebutuhan mereka. Rizki setiap manusia berbeda-beda, tergantung dari bagaimana cara mereka mengusahakan, bagaimana hubungan mereka dengan Tuhan, dan bagaimana hubungan mereka dengan sesamanya. Sebagian dari banyak orang menilai bahwa rizki adalah uang.

Namun pada konteksnya, rizki bukan hanya tentang uang semata, bukan hanya tentang harta kekayaan. Namun rizki yang sesungguhnya dapat berupa kesehatan, ketenangan hati, dikelilingi orang-orang baik pun termasuk ke dalam rizki yang tak terduga. Dan masih banyak lagi aneka macam rizki yang tidak disadari oleh manusia.

Dalam konteks ini, manusia mendefinisikan uang sebagai kekuatan mereka. Manusia dapat dikatakan tidak bisa lepas dari uang, karna memang pemenuhan kebutuhan mereka di dorong oleh uang. Hampir semua membutuhkan benda itu. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah kita sudah merasa cukup dengan kondisi keuanganmu saat ini? Apakah kita sudah mengelola dan mempergunakan rizki kita dengan baik dan semestinya?

Dalam kehidupan ini, manusia adalah sebagai subjek atau pelaku yang melaksanakan kegiatan dan rutinitasnya setiap hari mulai dari pagi sampai bertemu dengan pagi lagi. Lantas apa manusia sudah cukup dengan semua itu? Dalam hal rizki berupa uang, cukup bukan berarti kurang. Namun, cukup dalam artian singkat versi penulis yakni disaat butuh uang itu ada meskipun dalam kondisi yang tidak lebih di akhir. Tanpa merasa kekurangan, tanpa meminjam ke sana kemari. Dan itulah kondisi dimana manusia telah berdamai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan nya berkaitan dengan pembagian rizki.

Allah itu Maha Kaya. Dia memberi sebagian manusia rasa kecukupan yang tidak diterima oleh manusia lain. Allah membagi rizki kepada semua hambanya, menjatah sesuai dengan kapasitas usaha hambanya. Jatah rizki setiap manusia memang berbeda, namun tidak mungkin tertukar dengan yang lain.

Perasaan cukup berasal dari hati. Hati yang menerima apapun dan berapapun yang Allah berikan. Apabila manusia telah memiliki perasan cukup maka ia akan lebih mudah merasa bersyukur. Cukup dan bersyukur memang dua kata yang berbeda namun memiliki makna yang hampir sama. Cukup dan bersabar tidak terlepas dari sifat sabar. Orang yang senantiasa bersabar sudah pasti dia merasa cukup dan bersyukur. Karna dia yakin bahwa orang yang sabar dengan apa yang sedang dijalaninya, maka dia tidak akan merasa ragu. Dia tidak akan takut dengan sesuatu yang belum terjadi. Justru dia yakin bahwa orang yang bersabar yakni dengan merasa cukup dan bersyukur, maka Allah akan menambah bahkan melebihkan dari apa yang dia minta.

Dalam pembahasan kitab Nashoihul 'Ibad karya Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani pada maqolah ke-39 Bab 1 dijelaskan bahwa orang yang bersyukur adalah orang yang sabar. Mengutip pada ucapan Al-Ghazali "ahli syukur itu adalah ahli sabar, dan ahli sabar itu juga ahli syukur". Ridho dengan ketetapan Allah dengan tidak mengeluh kepada-Nya, ataupun kepada selain-Nya (manusia). Karna manusia atau hamba tidak bisa menolak apa yang telah menjadi keputusan Allah.

Begitu pula pada maqolah ke-12 Bab 6, apabila dijelaskan dalam bahasa bebas dapat dipahami bahwa syukur manusia dalam memperoleh dan memakan rizki dari Allah, namun apa yang mereka peroleh semua itu tidak mereka syukuri, mereka merasa tidak puas. Maka dari itu dijelaskan hendaknya menggunakan anggota badan dengan baik, memanfaatkan harta-harta dengan niat hanya untuk hal-hal yang di ridhoi Allah, bukan yang lain. Apabila semua diniatkan karna Allah lillahi ta'ala maka mereka akan merasa tenang dan tanpa merasa kekurangan. Dijelaskan pula, hendaklah manusia ridho dengan ketentuan dari Allah, baik itu dalam hal rezeki atau dalam keadaan yang lain. Apabila manusia ridho dengan sesuatu yang rendah (kurang) namun tetap memegang sesuatu itu dengan keyakinan yang sungguh-sungguh, maka manusia itu telah dipindahkan pada tingkatan yang lebih tinggi dan lebih berharga. Bukan hanya itu, namun dia juga akan dicukupkan bahkan dilebihkan apa yang dia minta itu atas berkat keridhoannya pada ketentuan Allah.

Orang yang berlebihan dalam menginginkan sesuatu, maka ia akan tertawan dan terlena dengan sesuatu itu hingga tanpa sadar melupakan Tuhan nya. Perbanyak syukurmu, maka Allah akan melebihkan jatahmu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun