Mohon tunggu...
Divia Ayu Prihatina
Divia Ayu Prihatina Mohon Tunggu... Tutor - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Education is Investation

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Digitalisasi Masyarakat: Potret Realitas Sosiologi sebagai Ilmu Sosial di Ruang Digital

30 Oktober 2022   14:23 Diperbarui: 30 Oktober 2022   14:47 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

DIVIA AYU PRIHATINA

Prodi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

Diviaap30@gmail.com

PENDAHULUAN

Pada masa modern ini, berbagai negara di dunia sedang menghadapi perubahan besar yang disebut The Great Reset oleh World Economic Forum akibat dua hal, yaitu revolusi digital dan pandemi Covid-19. Perubahan tersebut mengubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat yang semula masyarakat informasi menjadi masyarakat automasi. Dalam ekonomi neoliberal masyarakat automasi, dengan munculnya kapitalisme digital, komoditas baru, data pribadi, muncul dalam praktik transaksi jual beli. 

Kapitalisme digital menjebak masyarakat dalam ekonomi pasif dan bergantung pada algoritma, yang baru terungkap melalui pandemi, ketika berbagai aspek kehidupan manusia, sosial, ekonomi dan politik, diimplementasikan melalui teknologi komunikasi digital. Tentunya dengan pesatnya perkembangan teknologi di era digital ini, banyak sekali perubahan, tantangan dan gejolak dalam kehidupan sosial masyarakat dan bangsa, yang seringkali tidak disadari oleh masyarakat umum.

Kehadiran media digital atau media online sudah tergambar pada peristiwa setengah abad lalu dengan kehadiran televisi. Schramm, Lyle dan Parker (1961) menjelaskan bahwa kehadiran tetevisi mampu mengurangi waktu bermain, tidur, membaca dan menonton film di Amerika. Begitu pun yang terjadi di Inggris, Norwegia dan di Jepang. Gejala displacement effect disampaikan Joice Crammond, sebagai: "the reorganization of activities which take place with the introduction of television, some activities may be cut down and other abandoned entirely to make time for viewing" (reorganisasi kegiatan yang terjadi karena kehadiran televisi yaitu beberapa kegiatan dikurangi dan sebagian dihentikan sama sekali karena waktunya digunakan untuk menonton televisi) (Kuswarno, 2015:52).

Perilaku masyarakat Indonesia dalam menggunakan digital mobile terutama untuk media sosial, kemudian hiburan, informasi umum, e-mail, permainan/game, belanja dan pencarian lokal. Dapat disimpulkan bahwa masyakarat Indonesia menggunakan mobile phone pada umumnya ketika mereka merasa menyendiri. Akan tetapi mereka akan cenderung menggunakan mobile phone ketika di tempat tidur, ketika sedang menunggu seseorang atau sesuatu, ketika sedang menonton TV, ketika sedang bersama keluarga, ketika sedang berkendara, ketika sedang rapat atau kuliah, dan ketika sedang di kamar mandi. Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia adalah "very social and chatty market", sebagai penikmat obrolan online, walaupun hanya melalui instant messaging. Obrolan online seringkali lebih bersifat fatis. Kata dan kalimat serta dialog singkat, seringkali tidak fokus dan tidak essensial yang seringkali berfungsi hanya menjaga relasi sosial.

Di samping itu, perhatian sosiologi terhadap fenomena sosial seperti masyarakat digital ini tidak semata-mata membuat deskripsi, atau merentang perbedaan dan persamaan karakteristik fenomena sosial yang berkembang, akan tetapi juga memperlihatkan tendensi-tendensi atau kecenderungan-kecenderungan yang terjadi. Dimana sosiologi mampu menerangkan dan menafsirkan apa yang ada di balik fenomena sosial tersebut berdasarkan teori atau penelitian, dan tidak memberikan penilaian berdasarkan baik dan buruk pada sebuah tindakan sosial. 

Sehingga, tindakan sosial tertentu yang bagi orang awam terasa aneh, tidak wajar atau menyimpang, melalui sosiologi dapat menjadi sesuatu yang menarik, dan dapat ditelusuri kemunculannya dengan menggunakan berbagai sudut pandang. Hal ini merupakan bukti obyektivitas sosiologi sebagai sebuah ilmu. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sosiologi juga sering kali dipahami sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari jaringan hubungan antara manusia dalam masyarakat. Sedangkan secara luas Sosiologi dipahami sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat, mempelajari masyarakat sebagai kompleksitas yang di dalamnya terdapat beragam kekuatan kekuatan sosial, hubungan sosial, sosialisasi, jaringan sosial, lapisan-lapisan sosial, lembaga, struktur sosial dan berbagai persoalan sosial di antaranya penyimpangan sosial dan konflik sosial.

Dengan mempertanyakan kejadian atau fenomena sosial (ontologi) dan mengetahui mengapa fenomena sosial tersebut terjadi (epistimologi), maka sosiologi telah membuktikan dirinya sebagai ilmu pengetahuan sebagaimana cabang ilmu pengetahuan lainnya. 

Sebagai ilmu pengetahuan, tentunya sosiologi mempunyai seperangkat teori untuk membuka tabir atas realitas sosial yang terjadi dan mempertanyakan mengapa realitas sosial itu terjadi. Beragam teori pun hadir dengan latar belakang paradigma yang berbeda-beda. Dalam kaitannya dengan itu, kita mengenal beragam teori dalam sosiologi, seperti: teori fungsionalisme struktural, teori konflik, teori interaksionisme simbolik, teori tindakan sosial, dan lain-lain. Oleh karena itu, di tengah ruang digitalisasi masyarakat saat ini sosiologi melihat tantangan ilmu sosial di dalamnya. Apakah ilmu sosial mampu berkembang secara mandiri di era teknologi digital? Untuk menjawab permasalahan tersebut mari simak temuan berikut.

BAGIAN TEMUAN

Ketergantungan manusia pada orang lain mempengaruhi kebutuhan sosialisasi dan pencapaian tujuan hidup. Dalam rangka beradaptasi dengan perkembangan teknologi, manusia harus beradaptasi dengan perubahan yang relevan di lingkungan. Perubahan yang terjadi di lingkungan disebabkan oleh interaksi antar manusia. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, peralatan komunikasi semakin berkembang pesat. Hal ini karena konsumsi teknologi masyarakat semakin tinggi, dan di era globalisasi semua informasi yang terjadi di belahan dunia mana pun dapat diketahui melalui teknologi. Perkembangan teknologi komunikasi menyebar dengan cepat ke seluruh sendi masyarakat.

Di sisi lain, media online internet berperan sebagai pasar global virtual, terungkap bahwa pasokan produk melalui media online mencakup hampir semua jenis kebutuhan manusia. Pada umumnya wanita menyukai informasi tentang kosmetik, bunga/hadiah/selamat, gaya hidup/diet, department store, perhiasan, kebutuhan anak dan keluarga. Untuk pria, pilihannya adalah politik, teknologi/berita, otomotif, game, judi online, olahraga, dan trading online. Dengan beberapa pengecualian, ada juga pria gagah (aseksual) yang menyukai kosmetik dan perhiasan; atau wanita maskulin yang menyukai mobil dan olahraga, bahkan judi online.

Jika diperhatikan Orang Indonesia menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di internet dan menghabiskan setidaknya seperdelapan dari hidup mereka di internet. Puluhan media jejaring sosial yang ada, berbeda jumlah dan karakteristik penggunanya, menjadi bagian dari kehidupan online masyarakat Indonesia. Perhatikan bahwa tiga media jejaring sosial digunakan sebagai contoh: Facebook, Twitter dan Instagram.

Dengan 1,4 miliar pengguna, Facebook adalah jaringan sosial online terbesar di dunia. Mark Zuckerberg merancang beberapa fitur menarik dari Facebook untuk menjadikannya tidak hanya sebagai media sosial, tetapi juga sebagai media untuk perdagangan, hiburan, dan banyak lagi. Indonesia memiliki 80,2 juta pengguna Facebook dan diperkirakan akan mencapai 96,2 juta pada 2018. Indonesia adalah negara dengan pengguna Facebook terbesar keempat di dunia, dengan 20 juta pengguna lebih banyak dari Inggris. Jakarta merupakan kota terbesar kedua bagi pengguna Facebook setelah Bangkok dengan jumlah penduduk 7,4 juta jiwa. 70% pengguna Facebook berusia di bawah 25 tahun (dewasa awal). Sementara itu, 75% pengguna Facebook menggunakan perangkat seluler.

Microblogging Twitter memiliki 500 juta pengguna, yang hampir setengah dari pengguna Facebook. Didirikan pada tahun 2006, Twitter dengan cepat merebut hati dan pikiran pengguna Internet, terutama pengguna ponsel. Ada 26,4 juta pengguna Twitter di seluruh dunia dan Jakarta adalah kota dengan pengguna Twitter terbanyak di dunia (di luar Tokyo, London dan New York) dengan 2,4 juta. Rata-rata 385 tweet dikirim setiap hari. Bandung saat ini berada di peringkat ke-6, menyalip Paris. Sedangkan Instagram bukan hanya jejaring sosial, tetapi juga aplikasi pengolah gambar. Saat ini memiliki 100 juta pengguna. 10,5 juta pengguna adalah orang Indonesia.

Media digital dan online menciptakan masyarakat baru yang impersonal namun hangat dan bersahabat, melahirkan dunia baru yang disebut dunia maya. Manusia dapat terhubung tidak hanya sebagai cerminan dari hubungan antar manusia, tetapi juga sebagai pencari informasi (information seeker) dan pengolah informasi (information processor). Hal ini tercermin dari fungsi kita sebagai media sosial atau jejaring sosial. Lusinan (mungkin ratusan) penelitian menjelaskan bagaimana keberadaan dan penciptaan dunia baru memengaruhi masyarakat digital kita. Esensi kami dalam pendekatan humanistik adalah bahwa peristiwa itu perlu menggambarkan masyarakat sebagai 'menjadi manusia' bukan hanya 'menjadi manusia'. Manusia mencari identitas sebagai penjelmaan dari "Homo Ludens". Sekarang smartphone dikenal sebagai perangkat komunikasi yang cerdas, kita perlu menggunakan perangkat tersebut secara lebih cerdas (smarter). Klaim sebagai orang yang cerdas tidak dapat diabaikan sebagai manusia Homo Sapiens.

Ilmu-ilmu sosial sering dipandang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, atau teknologi "kemudian". Oleh karena itu, ilmu sosial bukan lagi ilmu yang menentukan waktu. Reaksi pemerintah Indonesia menyikapi narasi bahwa Indonesia 4.0 sangat sensitif terhadap pergerakan waktu di era digital. Dalam hal ini, ilmu sosial memang dapat berperan penting dalam menilai dan menentukan perkembangan masa depan. Tradisi otomatisasi berkelanjutan ini pada dasarnya berbeda dari era sebelumnya karena munculnya algoritma. Media sosial membuka ruang demokrasi baru yang menghubungkan pemerintah dan masyarakat. Hal ini juga dapat digunakan untuk meneliti aspirasi masyarakat dan respons kebijakan pemerintah. Sementara kemajuan digitalisasi menciptakan peluang untuk berkembangnya perusahaan tempat perempuan bekerja, namun juga dapat menyebabkan pengembangan sistem yang tidak adil tanpa disadari oleh perempuan.

Menghubungkan hubungan antara budaya dan algoritma. Algoritma merupakan hasil karya teknologi di era digital yang memadukan budaya dengan perkembangan teknologi, yaitu algoritma yang mengubah dan melanggengkan praktik budaya bangsa. Pemimpin budaya dan konsumen perlu memahami bentuk-bentuk budaya digital dan bentuk-bentuk simbol budaya dalam sistem digital agar tidak hilang dalam proses algoritmik. Pembuat konten budaya dapat memanfaatkan teknologi algoritmik untuk melestarikan budaya bangsa dengan melanjutkan praktik tradisional. Sosiologi memiliki peran potensial dalam memprediksi eksploitasi praktik budaya dan emansipasi praktik budaya sosio-teknis.

Perubahan sedang terjadi pada budaya anak muda dalam hal subkultur dan post-subkultur di era digital. Budaya yang terbentuk sebelum era digital telah digantikan dengan yang baru, sehingga budaya lama ditantang untuk berinovasi dan menginterpretasikan kembali elemen-elemen yang harus berinovasi untuk menemukan kecocokan yang tepat dengan dirinya hingga saat ini, meskipun tentu saja ada yang lama. . budaya yang masih dipertahankan seperti sekarang ini untuk menjaga nilai-nilai budaya daerah. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk menanggapi perubahan budaya di kalangan anak muda dengan mendigitalkan budaya dan menggunakan Internet untuk membangun dan membentuk identitas budaya dan gaya hidup melalui jejaring sosial.

Era digital seolah membuat masyarakat hidup terpisah, seiring dengan munculnya pandemi dan kapitalisme digital yang meminimalkan interaksi manusia, membuat nilai-nilai kehidupan sosial dalam masyarakat mulai dipertanyakan. Memang, pengoperasian digital berada di bawah kendali algoritma yang tidak netral, sehingga membahayakan kehidupan sosial masyarakat. Sosiologi bertugas melakukan kajian mendalam tentang kondisi sosial terkini dengan menyaring data yang diperoleh dari Socially Normalized Big Data untuk menginterpretasikan hal-hal sosial pada masa itu, era digital untuk membayangkan masa depan ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu sosial tidak bisa begitu saja dibebaskan untuk dikembangkan dan dibentuk oleh teknologi digital.

SIMPULAN

Memasuki dunia maya dengan hadirnya beberapa media online adalah sebuah status yang sinequanon. Demikian juga, kita tidak bisa menghindari komunikasi. Faktanya, menjadi masyarakat digital tidak dapat dihindari, tetapi kami lebih mungkin untuk berpartisipasi di dalamnya dengan kemampuan terbaik. Kebutuhan menjadi orang yang cerdas untuk memanfaatkan smartphone yang kita miliki juga menjadi dilema. Idealnya, semakin pintar alat yang memaparkan kita ke dunia maya, semakin pintar kita sebagai pengguna untuk memaksimalkan manfaatnya. Kita menjadi orang-orang pintar, selalu memperbarui untuk tetap terdepan dalam pembaruan ponsel cerdas terbaru.

Begini, kita menghabiskan waktu selalu ingin memasuki dunia maya ketika kita berada di dunia nyata. Merujuk pada penelitian yang menunjukkan bahwa 69% tempat tidur merupakan tempat tertinggi bagi masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi di dunia maya, melalui online. Tak heran kita mengurangi aktivitas lain sebelum tidur (cut back) dan menggantinya dengan merawat smartphone kita terlebih dahulu dengan mengisi daya, menyimpannya di samping tempat tidur, bahkan tidak lupa untuk menonton pesan WA atau menonton berita terbaru secara online, bahkan mendengarkan ke beberapa kuliah online terlebih dahulu atau menonton film terbaru. Saat kita bangun, hal pertama yang kita lakukan adalah melihat pesan di smartphone kita, bukan doa bangun tidur. Tidak aman untuk pergi ke sekolah atau bekerja jika ponsel kita tertinggal di rumah. Saat rapat atau konferensi, tidak akan sempurna jika tidak menelusuri isi pesan singkat yang dikirim di grup WA atau BBM yang kami pantau. Saat mendengarkan khutbah jum'at mulut tidak bisa berbicara karena dengan iman akan membatalkan pahala sholat jum'at, tapi jari tidak bisa lepas dari BBM atau WA. Saat makan, bukan berdoa sebelum makan, tapi memotret makanan, mengunggah dan melaporkan melalui akun Facebook atau berbagi dengan teman di grup WA. Setengah abad yang lalu, efek perpindahan seperti itu terjadi dengan memuat aktivitas baru dan mengganti aktivitas sebelumnya dengan kehadiran televisi. Jika kita ramalkan dalam 50 tahun ke depan, kebiasaan baru apa yang akan menggantikan atau mengurangi aktivitas manusia dengan smartphone seperti saat ini?

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana

Hasanah, A.N. 2017. Transformasi Gerakan Sosial di Ruang Digital. E-Societas. Universitas Negeri Yogyakarta.

Isbah, M.F. 2021. Perspektif Ilmu-Ilmu Sosial di Era Digital: Disrupsi, Emansipasi, dan Rekognisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kuswarno, Engkus. 2015. Potret Wajah Masyarakat Digital di Indonesia. Jurnal Communicate. vol. 1, (1)47-54.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun