Singkong bukan sekadar tanaman. Ia tumbuh di kebun belakang rumah, di pinggir sawah, dan di hati orang-orang yang menggantungkan hidup darinya. Dari singkong, kami membuat tape manis, lembut, dan penuh cerita. Tape bukan cuma makanan. Ia adalah hasil kerja tangan, waktu, dan kesabaran. Tapi satu hal yang selalu membuat kami tertahan adalah memotong singkong satu per satu dengan pisau, setiap hari, berjam-jam lamanya.
Di sinilah kami mulai berpikir adakah cara agar kami bisa tetap membuat tape seperti biasa, tapi dengan tenaga yang tak seberat dulu? Jawabannya datang lewat apa yang orang kota sebut sebagai teknologi tepat guna. Bukan mesin pabrik yang besar dan rumit, tapi alat sederhana yang bisa kami rakit dan pahami sendiri yaitu alat pemotong singkong.
Alat ini bukan sulap. Ia tidak membuat singkong berubah jadi tape dalam sekejap. Tapi ia mengurangi waktu yang kami habiskan untuk mengiris. Ia membantu tangan kami tetap kuat untuk pekerjaan lain. Ia membuat potongan singkong lebih rapi, lebih seragam yang ternyata, membuat rasa tape jadi lebih merata juga. Anak-anak muda di dusun bahkan tertarik untuk ikut memproduksi, karena alat ini membuat pekerjaan terasa lebih modern dan efisien.
Lebih dari itu, kami merasa dihargai. Bahwa usaha kecil kami layak dibantu dengan alat yang sesuai. Bukan alat yang memaksa kami belajar teknologi rumit, tapi alat yang tumbuh dari pemahaman akan hidup kami. Alat yang bisa dibetulkan oleh tukang las di pojok pasar. Alat yang bisa kami ajarkan ke tetangga tanpa harus membaca buku manual tebal.
Kami tahu, teknologi bukan segalanya. Tapi teknologi yang tepat bisa menjadi jembatan antara kerja keras dan hasil yang lebih baik, antara harapan dan kenyataan. Dan yang paling penting ialah alat pemotong singkong ini tidak menggantikan kami. Ia justru memberi ruang agar kami bisa terus membuat tape dengan cara yang kami kenal, tapi dengan beban yang sedikit lebih ringan.
Tape singkong dari Desa Sawo kini punya cerita baru. Cerita tentang tangan-tangan yang dibantu alat sederhana. Cerita tentang ibu-ibu yang bisa pulang lebih cepat karena pekerjaan selesai lebih cepat. Cerita tentang desa yang tak takut pada kemajuan, asalkan kemajuan itu datang dengan hormat pada cara hidup kami.
Mungkin inilah makna dari teknologi tepat guna: bukan sekadar alat, tapi bentuk rasa peduli yang diwujudkan dalam logam, pisau, dan engkol tangan. Dan bagi kami, yang setiap hari memotong singkong, alat kecil ini terasa seperti ucapan "Kerja kalian penting. Mari kita bantu!!"
KKN REGULER UNTAG SURABAYA R27
DPL:
Lutfi Agung Swarga, S.T., M.T. (0730069601)
Nama Penyusun: