Dakwah sebagai Rahmat Bagi Semesta Alam
Oleh: Syamsul Yakin
(Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Diva Nurul Maulidia (Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Dakwah dalam Islam bukanlah misi eksklusif yang hanya ditujukan kepada mereka yang sudah beriman. Sebaliknya, ajakan menuju kebaikan ini bersifat universal membentang seluas cakrawala dan menyentuh seluruh makhluk, sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an bahwa Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Pesan ini terekam kuat dalam Surah Al-Anbiya ayat 107, yang menegaskan bahwa keberadaan Nabi Muhammad bukan semata untuk satu kelompok, tapi untuk membawa rahmat kasih sayang, kebaikan, dan petunjuk kepada seluruh alam.
Makna “rahmat” dalam ayat tersebut tak sekadar kelembutan atau belas kasih dalam bentuk fisik. Ia juga mencakup makna kebahagiaan sejati. Bagi siapa pun yang membuka hati terhadap dakwah yang dibawa Nabi Muhammad, jalan menuju kebahagiaan akan terbuka. Sebaliknya, mereka yang menolaknya bukan hanya kehilangan rahmat itu, tetapi juga menyia-nyiakan jalan keselamatan yang telah Allah siapkan.
Uniknya, cakupan dakwah ini tidak hanya ditujukan kepada manusia. Kata "alamin" dalam ayat tersebut merujuk pada seluruh alam, termasuk bangsa jin. Artinya, pesan Islam yang dibawa Nabi menjangkau dua alam makhluk berakal: manusia dan jin. Ini memperkuat fakta bahwa dakwah Islam tidak dibatasi oleh suku, ras, atau dimensi alam semata.
Nabi Muhammad SAW dipilih untuk misi besar ini bukan tanpa alasan. Beliau memiliki kemuliaan akhlak yang tak tertandingi. Integritas, ketulusan, dan kasih sayangnya menjadi cermin dari ajaran yang beliau bawa. Dalam dirinya, umat Islam menemukan teladan yang sempurna, sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al-Ahzab ayat 21. Setiap ucapan dan tindakan beliau bukanlah hasil dari dorongan hawa nafsu, melainkan wahyu yang diturunkan langsung dari Allah, seperti dijelaskan dalam Surah An-Najm ayat 3–4.
Mungkin ada yang bertanya, jika dakwah Nabi adalah rahmat, bagaimana bentuk rahmat tersebut bagi orang-orang kafir yang menolak ajarannya? Dalam sejarah para nabi sebelumnya, kaum yang menolak ajakan para nabi sering kali ditimpa azab secara langsung. Namun, berbeda dengan umat di masa Nabi Muhammad. Meskipun mereka menolak, Allah tidak langsung menurunkan siksa yang membinasakan. Sebaliknya, mereka diberi rasa aman dan kesempatan untuk berpikir, mempertimbangkan, dan mungkin saja suatu hari mendapatkan hidayah. Itulah wujud rahmat yang tidak hanya berlaku bagi yang menerima, tapi juga menyelimuti mereka yang menolak, dengan harapan akan terbuka pintu kesadaran di hati mereka suatu hari nanti
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI