Kita, sedikit banyak, tentu mengetahui betapa kompleksnya ancaman dan krisis habitat yang menimpa orangutan. Pertanyaan selanjutnya adalah: dari mana datangnya harapan? Apakah di tengah laju deforestasi yang kian cepat, masih ada celah bagi satwa endemik ini untuk bertahan?
Bagi konservasionis Rondang Siregar, seorang biolog yang telah mendedikasikan hidupnya sejak tahun 1991 untuk primata, harapan itu lahir dari dua hal: dedikasi tanpa henti dari para pegiat lapangan, dan tanggung jawab kolektif yang diemban oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dedikasi dan tanggung jawab kolektif inilah yang merupakan inti dari jalan pulang orangutan, yang harus kita perjuangkan bersama, sekaligus menjadi solusi inovatif bagi keberlanjutan konservasi orangutan di tengah tantangan pendanaan dan konflik.
Belajar dari Kompleksitas: Dedikasi di Balik 'Missing Link'
Pekerjaan di pusat rehabilitasi jauh dari kata sederhana. Menurut Rondang, yang pernah memanajeri proyek reintroduksi di Wanariset (1996--1998), proses untuk mengembalikan orangutan yang pernah tertangkap manusia kembali ke sifat liarnya adalah proses panjang yang penuh "missing link".
Mengapa kompleks? Karena orangutan sangat cerdas dan perlu belajar layaknya manusia. Mereka membutuhkan induknya bukan hanya sebagai orang tua, melainkan juga teman dan mentor, selama kurang lebih lima tahun pertama kehidupan.
Di dalam kandang rehabilitasi, tautan alami ini hilang. Staf harus berupaya keras mengajari mereka kembali skill dasar seperti mencari makan, membuat sarang, hingga bersosialisasi.
Rondang menjelaskan, "Kita tidak atau belum sepenuhnya memahami apa kebutuhan orangutan yang pasti berbeda pada setiap tahapan umurnya." Selain itu, tidak ada metode baku yang sepenuhnya benar.
Ia menekankan bahwa prosesnya adalah murni pembelajaran, sebab setiap orangutan memiliki 'kepribadian' yang unik.
Tantangan ini, alih-alih menimbulkan keputusasaan, justru memicu inovasi dan dedikasi, seperti ketika Rondang pernah harus mengasuh bayi-bayi orangutan di rumahnya karena keterbatasan dana proyek, memastikan satwa itu tetap mendapat perawatan intensif.
Dedikasi tinggi para pegiat ini adalah fondasi optimisme. Meskipun sulit, mereka membuktikan bahwa pemulihan adalah proses yang mungkin, asalkan dilakukan dengan penuh kehati-hatian, riset, dan fokus pada kesiapan individual satwa untuk dilepasliarkan kembali.
Walaupun pekerjaan di pusat rehabilitasi menuntut dedikasi dan keahlian tinggi, Rondang Siregar menegaskan bahwa keberhasilan jangka panjang konservasi orangutan tidak bisa hanya ditopang oleh para pegiat di lapangan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!