Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pelukan Bayi Orangutan, Theo & Putri, 'Jangan Lepaskan Aku'

2 Oktober 2025   15:08 Diperbarui: 2 Oktober 2025   15:08 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua bayi orangutan menunggu kita untuk menyuarakan jeritan mereka. (Foto: Rondang S.E Siregar/Dok. Pribadi)

Pelukan Dua Bayi Hutan

Mereka masih terlalu kecil untuk memahami arti kehilangan. Namun, tubuh mungil itu saling merapat, tangan mungilnya melingkar, sebuah bahasa tanpa kata, "Jangan lepaskan aku."

Dalam foto di atas, Theo tampak di sisi kiri dan Putri di sisi kanan: dua bayi orangutan yang seharusnya sedang belajar memanjat pohon, menyusu pada induknya, atau bergelayut di dahan raksasa hutan Kalimantan. Nyatanya, mereka hanya punya satu sama lain.

Induk mereka telah tiada, direnggut oleh manusia. Di wajah mereka masih tersisa kepolosan, tetapi sorot matanya menyimpan tanya yang tak pernah bisa mereka ucapkan: Di mana rumah kami? Ke mana pelukan ibu pergi?

Kisah ini kuceritakan kembali dari sahabatku, Rondang S.E Siregar, seorang pejuang konservasi yang pernah merawat Theo, Putri, dan bayi-bayi orangutan lain dalam masa rehabilitasi.

Saat itu, keterbatasan fasilitas membuat para bayi hutan ini harus dibawa pulang sementara setelah jam kerja usai, agar tetap aman hingga pagi hari.

Ketika Manajer Berubah Menjadi 'Ibu'

Ketertarikan Rondang pada satwa sudah tumbuh sejak masa sekolah. Ia mengaku terinspirasi dari buku-buku legendaris, seperti My Family and Other Animals karya Gerald Durrell dan In the Shadow of Man dari Jane Goodall. Bahkan, kisah Tarzan yang dibacakan ayahnya sebelum tidur ikut membentuk passion ini.

Dedikasinya dimulai pada tahun 1996, ketika ia bergabung di Wanariset Orangutan Reintroduction Project. Di sana, ia menghadapi kenyataan bahwa orangutan yang diselamatkan memiliki latar belakang dan kebutuhan yang sangat beragam, mulai dari bayi hingga dewasa.

Baca juga: Pelukan Semesta

Tantangan terbesar dalam program rehabilitasi seringkali bukan hanya soal medis, melainkan juga emosional dan logistik. Rondang mengenang masa-masa sulit itu dengan senyum yang menyimpan kenangan.

"Pagi sampai sore saya jadi manajer, tapi sore sampai malam saya jadi 'ibu' dari bayi-bayi ini." Momen inilah yang mengubah perannya, memaksanya menyatukan profesionalisme konservasi dengan insting seorang ibu.

Malam yang Penuh Tangis

Rondang mengirimkan sebuah foto menggemaskan. "Ini Theo (kiri) dan Putri (kanan), dua bayi orangutan pertama yang kubawa pulang di hari yang sama. Atheo datang dari Banjarmasin setelah menempuh perjalanan darat selama 18 jam, sementara Putri datang dari Samarinda lewat tengah malam diantar 'ayah-ibu manusia'-nya yang telah memeliharanya selama setahun."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun