Aku berjanji akan terus menuliskan kisahmu, agar namamu tidak sekadar tinggal dalam buku sejarah. Aku berjanji akan menyuarakan keberadaanmu, agar anak cucuku tahu bahwa kau pernah menjadi bagian dari bumi ini.
Janji yang ini mungkin kecil, tetapi nyata. Aku akan mulai dengan langkah sederhana: mengurangi kertas yang kubuang sia-sia, menolak tisu berlebihan, dan menjaga kebiasaan sehari-hari agar lebih ramah pada bumi.
Barangkali tak sebanding dengan pohon yang tumbang, tetapi semoga setidaknya menjadi tanda bahwa aku berusaha menepati janji pada sahabat hutan sepertimu.
Harapanku sederhana: semoga suatu hari nanti, hutan kembali bernapas lega. Semoga anak-anakmu bisa bergelantungan tanpa takut kehilangan cabang.Semoga manusia akhirnya mengerti bahwa menjaga kehidupanmu sama artinya dengan menjaga kehidupan kami sendiri.
Rimba yang kian menyempit, menjauhkan orangutan dari rumah sejatinya. (Foto: Reuben ST/Wikimedia Commons)Pelukan untuk Rimba

Sahabat hutan,
Pada akhirnya, aku hanya bisa menitipkan doa dan janji sederhana dalam surat ini. Aku tahu kata-kata tidak bisa mengembalikan hutanmu yang hilang, tidak bisa menumbuhkan pohon yang sudah tumbang.
Namun, semoga kata-kata ini menjadi pengingat, bahwa masih ada hati yang ingin berusaha menjaga.
Wahai sahabat hutan, bertahanlah!
Doakan agar kami---manusia---segera belajar menjaga. Agar suatu hari anak cucu kami masih bisa menatap matamu, dan menemukan pantulan dirinya di sana.
Kami harus segera belajar, sebelum kau hanya menjadi cerita.
Dengan segala hormat dan kasih,
Seorang manusia yang sedang belajar rendah hati kepada alam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI