Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Bikin Driver Nunggu! Etika di Balik Mobil Daring

27 Agustus 2025   06:25 Diperbarui: 27 Agustus 2025   11:05 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang naik mobil. (Freepik)

"Makasih, Kak, enak banget kalau penumpangnya langsung siap. Kalau tidak, saya sudah dapat klakson panjang dari mobil di belakang."

Sapaan ramah itu datang dari balik kemudi mobil daring yang baru saja aku naiki di depan Stasiun Buaran. Di tengah hiruk-pikuk sore yang penat, ucapan sederhana itu membuat aku tertegun.

Aku memang sengaja bergegas mendekati mobil begitu melihat lampu sein menyala, agar tidak ada jeda yang merugikan. Bagiku, itu adalah hal kecil. Namun, bagi sang pengemudi, tindakan itu ternyata sangat berarti.

"Sama-sama, Pak. Saya pun tidak ingin klakson di belakang dikasih kesempatan ribut." Jawabanku membuat pengemudi itu tertawa kecil dan membuka percakapan yang mengalir.

Ia lalu berkata, "Sayangnya, banyak stasiun tidak menyediakan ruang sedikit pun buat mobil berhenti, ya, Kak. Padahal kalau ada jalur khusus menepi, semua orang bisa lebih tenang."

Waktu yang Sama Berharganya

Obrolan kami pun berlanjut. Pengemudi itu lalu berbagi sebuah cerita yang membuatku melongo. "Pernah, lo, ada customer pesan, padahal dia belum turun dari kereta. Masih satu stasiun lagi katanya. Jadi begitu sampai stasiun, saya harus menunggu entah berapa menit sampai dia benar-benar keluar."

Hatiku mencelos mendengarnya. "Kok tega, ya?" batinku. Waktu yang terbuang bagi driver bukan sekadar menunggu. Itu berarti kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penumpang lain, kehilangan potensi rezeki yang bisa ia dapatkan. Padahal, bagi para pengemudi, waktu adalah uang.

Seketika aku sadar, hubungan antara penumpang dan pengemudi bukan hanya transaksi biasa. Ini adalah simbiosis mutualisme yang menuntut etika.

Penumpang butuh diantar dengan aman dan nyaman, pengemudi butuh penumpang agar roda hidupnya terus berputar. Hubungan timbal balik ini hanya akan berjalan sehat jika ada rasa saling menghargai.

Bergegaslah naik di tengah jalanan yang ramai. Jangan lupa siap sebelum pesan, ya! (LOGAN WEAVER | @LGNWVR/Unsplash)
Bergegaslah naik di tengah jalanan yang ramai. Jangan lupa siap sebelum pesan, ya! (LOGAN WEAVER | @LGNWVR/Unsplash)

Tidak Hanya Soal Etika, tetapi Juga Infrastruktur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun