Bagi banyak dari kita yang menggunakan transportasi umum, commuting atau perjalanan harian menuju kantor identik dengan stres. Antrean, berdesakan, hingga rasa lelah sebelum bekerja membuat perjalanan ini sering dianggap sebagai "waktu terbuang".
Namun, ada sisi lain yang jarang kita perhatikan: commuting sebenarnya bisa menjadi jeda psikologis yang membantu menjaga keseimbangan hidup kita.
Perjalanan sebagai Ruang Transisi
Saat pandemi, banyak orang merasakan bagaimana bekerja dari rumah membuat batas antara kantor dan rumah menjadi kabur. Bangun tidur langsung membuka laptop, menutup laptop hanya untuk berpindah ke ruang keluarga.
Tanpa ada perjalanan, peran pribadi dan profesional bercampur, membuat banyak dari kita rentan kelelahan mental.
Di sinilah commuting berfungsi sebagai "ruang tengah". Meski melelahkan, perjalanan memberi kita waktu untuk switch mode—dari peran sebagai anggota keluarga menjadi profesional, lalu kembali lagi saat pulang.
Perjalanan bisa menjadi ritual yang membantu melepaskan beban sebelum sampai rumah, atau menata energi sebelum masuk kantor.
Aktivitas yang Menjaga Keseimbangan Mental
Commuting dengan kendaraan umum tidak harus diisi dengan kegiatan yang berorientasi hasil. Justru, ia bisa lebih bermanfaat bila kita gunakan sebagai ruang untuk menenangkan diri.
- Menenangkan pikiran: dengarkan musik yang menenangkan atau podcast ringan, bukan sekadar informasi yang menambah beban pikiran.
- Refleksi singkat: tuliskan tiga hal baik hari itu, atau sekadar syukuri momen kecil. Kebiasaan sederhana ini terbukti menurunkan stres dan meningkatkan ketenangan.
- Mindful commuting: sadari napas, nikmati pemandangan, atau sekadar hadir penuh di perjalanan. Hadir pada momen memberi efek relaksasi.
- Hiburan ringan: membaca novel, bermain gim sederhana, atau bahkan melamun sehat bisa menjadi bentuk me-time yang memberi ruang lega bagi pikiran.
- Pengamatan: Latih kepekaan dengan mengamati hal-hal kecil di sekitar.
Aku sendiri suka memperhatikan hal-hal kecil di KRL. Misalnya, melihat seorang ibu yang tertidur karena lelah—kubayangkan ia bangun bahkan sebelum subuh, menyiapkan bekal keluarga sebelum berangkat kerja.
Atau mengagumi perempuan muda yang dengan cekatan memoleskan make up sambil berdiri di tengah guncangan kereta. Terkadang, ada pula penumpang yang tanpa sadar tertidur dan bersandar ke bahu orang di sebelahnya; wajah si tetangga kursi tampak risih, tetapi tetap menahan diri untuk tidak menegur.
Momen-momen sederhana seperti ini membuat kita merasa lebih terhubung dengan realitas di luar diri sendiri.
Menghindari Spillover Emosi
Salah satu risiko terbesar tanpa jeda adalah spillover, yaitu terbawanya emosi negatif dari rumah ke kantor atau sebaliknya. Stres di perjalanan bisa ikut terbawa, memengaruhi pekerjaan atau suasana keluarga di rumah.