Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Commuting, Jeda Psikologis di Antara Rumah dan Kantor

25 Agustus 2025   08:31 Diperbarui: 25 Agustus 2025   08:42 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di tengah kepadatan, temukan jeda untuk diri sendiri. Amati sekeliling, nikmati momen, dan biarkan pikiran beristirahat. (Foto: Pavel Boltov/Unsplash)

Bagi banyak dari kita yang menggunakan transportasi umum, commuting atau perjalanan harian menuju kantor identik dengan stres. Antrean, berdesakan, hingga rasa lelah sebelum bekerja membuat perjalanan ini sering dianggap sebagai "waktu terbuang".

Namun, ada sisi lain yang jarang kita perhatikan: commuting sebenarnya bisa menjadi jeda psikologis yang membantu menjaga keseimbangan hidup kita.

Perjalanan sebagai Ruang Transisi

Saat pandemi, banyak orang merasakan bagaimana bekerja dari rumah membuat batas antara kantor dan rumah menjadi kabur. Bangun tidur langsung membuka laptop, menutup laptop hanya untuk berpindah ke ruang keluarga.

Tanpa ada perjalanan, peran pribadi dan profesional bercampur, membuat banyak dari kita rentan kelelahan mental.

Di sinilah commuting berfungsi sebagai "ruang tengah". Meski melelahkan, perjalanan memberi kita waktu untuk switch mode—dari peran sebagai anggota keluarga menjadi profesional, lalu kembali lagi saat pulang.

Perjalanan bisa menjadi ritual yang membantu melepaskan beban sebelum sampai rumah, atau menata energi sebelum masuk kantor.

Aktivitas yang Menjaga Keseimbangan Mental

Commuting dengan kendaraan umum tidak harus diisi dengan kegiatan yang berorientasi hasil. Justru, ia bisa lebih bermanfaat bila kita gunakan sebagai ruang untuk menenangkan diri.

  • Menenangkan pikiran: dengarkan musik yang menenangkan atau podcast ringan, bukan sekadar informasi yang menambah beban pikiran.
  • Refleksi singkat: tuliskan tiga hal baik hari itu, atau sekadar syukuri momen kecil. Kebiasaan sederhana ini terbukti menurunkan stres dan meningkatkan ketenangan.
  • Mindful commuting: sadari napas, nikmati pemandangan, atau sekadar hadir penuh di perjalanan. Hadir pada momen memberi efek relaksasi.
  • Hiburan ringan: membaca novel, bermain gim sederhana, atau bahkan melamun sehat bisa menjadi bentuk me-time yang memberi ruang lega bagi pikiran.
  • Pengamatan: Latih kepekaan dengan mengamati hal-hal kecil di sekitar.

Aku sendiri suka memperhatikan hal-hal kecil di KRL. Misalnya, melihat seorang ibu yang tertidur karena lelah—kubayangkan ia bangun bahkan sebelum subuh, menyiapkan bekal keluarga sebelum berangkat kerja.

Atau mengagumi perempuan muda yang dengan cekatan memoleskan make up sambil berdiri di tengah guncangan kereta. Terkadang, ada pula penumpang yang tanpa sadar tertidur dan bersandar ke bahu orang di sebelahnya; wajah si tetangga kursi tampak risih, tetapi tetap menahan diri untuk tidak menegur.

Momen-momen sederhana seperti ini membuat kita merasa lebih terhubung dengan realitas di luar diri sendiri.

Menghindari Spillover Emosi

Salah satu risiko terbesar tanpa jeda adalah spillover, yaitu terbawanya emosi negatif dari rumah ke kantor atau sebaliknya. Stres di perjalanan bisa ikut terbawa, memengaruhi pekerjaan atau suasana keluarga di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun