Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Monolog Batin | Aku Tahu Ini Salah, Maafkan

19 Juli 2025   21:02 Diperbarui: 19 Juli 2025   21:07 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak ada yang tahu pergolakan di dada. Aku yang salah melangkah. Aku yang harus menanggung. Sendiri. Dalam diam.Maafkan. (StockSnap/Pixabay)

Maka hari ini, aku memilih.
Aku memilih untuk mundur.
Memilih untuk pulang—bukan karena aku harus, tapi karena aku ingin.

Aku tak ingin menyesal lebih jauh.
Aku ingin belajar mencintai lagi, dari awal. Dari titik kosong. Dari luka yang jujur.

Aku menutup ponsel. Menghapus nomor yang seharusnya tak pernah kusimpan. Sebuah napas lega kuembuskan, entah untuk diriku, atau untuk janji yang baru saja kuperbarui. Lalu berjalan ke ruang tengah. Seangkir teh buatanku sudah dingin. Tapi dia masih di sana. Menunggu. Selalu menunggu.

Aku ingin pulang. Tapi bukan ke rumah—melainkan ke diriku yang dulu. Ke janji yang pernah kubuat, dan pernah kuabaikan.
Aku tak akan mengaku padanya. Bukan karena ingin bersembunyi. Tapi karena ini bukan tentang dia. Ini tentang aku.
Karena sebelum bisa memintanya percaya lagi, aku harus belajar percaya pada diriku sendiri.

Aku yang harus belajar mencintai tanpa mencari pelarian.
Aku yang harus kembali menghargai, sebelum berharap dihargai.
Aku yang harus menyalakan kembali bara kecil yang dulu pernah kami nyalakan bersama, sebelum ia padam dan hanya menyisakan abu.

Jika aku ingin dihargai kembali, akulah yang harus memulai.
Bukan dengan kata-kata. Tapi dengan tindakan.

Dengan kehadiran.
Dengan kesetiaan yang bukan sekadar janji.
Dengan pilihan yang tepat setiap hari.

Aku tahu, luka ini tak serta-merta sembuh. Kepercayaan bukan benda yang bisa direkatkan begitu saja. Kadang butuh waktu, kadang butuh keheningan. Tapi aku tak ingin menunggu tanpa berbuat apa-apa.

Aku tak mau menyebut ini pengampunan sebelum ia siap memberikannya. Tak mau menyebut ini akhir sebelum kami benar-benar bicara. Tapi setidaknya, aku mulai.

Karena mencintai bukan sekadar perasaan. Ia adalah tindakan. Dan kali ini, aku memilih mencintai dengan utuh, tak lagi setengah hati. Tak lagi lari.

Aku pernah menyakiti. Tapi aku tak harus tinggal sebagai penyakitan.

Jika suatu hari ia tahu semuanya, aku ingin ia melihat versi diriku yang sudah lebih jujur, lebih berani, dan lebih tulus dalam mencintai. Bukan yang dulu. Bukan yang mengkhianati dalam diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun