Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

War Takjil dan Ruang Inklusif Kita

5 April 2024   13:54 Diperbarui: 5 April 2024   13:58 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com- Takjil 

Usai pesta demokrasi yang berlangsung Februari lalu, kita menghadapi Idul Fitri yang tentu kita sambut dengan riang gembira. Bulan Ramadan yang Tengah kita jalani tahun ini, nampaknya juga membawa aura positif bagi semua orang tanpa kecuali.

Saat awal puasa dimana seluruh pelosok Indonesia penuh dengan gegap gempita ritual orang berpuasa, baik buka puasa, tarawih maupun sahur. Anak-anak yang les mengahi mulai satu persatu mengkhatamkan al quran . Suasana penuh dengan syukur dan sukacita.

Diantara keriangan itu ada suatu kejadian yang menjadi viral yaitu war takjil. Kejadian itu bermula ada satu video yang berisi seorang dan sekelompok non muslim membeli banyak takjil, padahal sang penjual baru datang. Nah, ketika datang, dagangannya langsung diborong orang non muslim, dan menyisakan sedikit untuk yang benar-benar belanja untuk takjil. Di sisi lain,

Kondisi ini ternyata terjadi di beberapa tempat dan menimbulkan becandaan yaitu "war takjil", yang kurang lebih perang berburu takjil. Non muslim berburu takjil karena mereka merasa menemukan makanan yang tidak ada di hari biasa dan mereka temukan hanya saat Ramadhan, semisal kolak biji salak, es pisang ijo, es blewah dan timun suri dan makanan lainnya. Sehingga mereka antusias untuk membeli, termasuk dalam jumlah banyak. Sedangkan muslim memburunya karena mereka butuh cemilan sebelum buka puasa dengan makanan berat.

Situasi ini tidak membuat konflik tertentu. Malah mereka menerimanya dengan tersenyum dan banyak bercanda dalam memburu takjil. Jika masyarakat kita tidak terbiasa dengan perbedaan atau kelompok yang tidak menyukai perbedaan, mungkin kondisi ini dilihat dengan kacamata negative. Kacamata atau prespektif negative. Tapi yang kondisi ini ternyata tidak menimbulkan konflik, namun aura yang positif. Ini sauatu tanda bahwa masyarakat kita terbiasa dengan perbedaan dan itu hal yang baik.

War takjil yang ada di Indonesia adalah berkonteks positif dan salah satu hal yang bisa menunjukkan adanya toleransi . War takjil menciptakan ruang inklusif dimana umat muslim dan non muslim saling berbaur, untuk mencari takjil, apapun motivasinya. Mereka saling menghargai perbedaan.

 Bagi umat muslim, selama Ramadan, mereka dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan menjaga puasanya dengan penuh kesungguhan. Hal ini tidak hanya untuk memperkuat hubungan dengan Allah, tetapi juga untuk menjaga diri dari itqum minan nar, atau menjauhkan diri dari api neraka dengan berhubungan baik dengan sesama. Itu adalah salah satu hakekat beragama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun