Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menyigi Hakekat Badan dan Jiwa: Dalam Sorotan Aristoteles dan Thomas Aquinas

24 April 2021   07:12 Diperbarui: 24 April 2021   07:19 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama sepekan terakhir ini kita dijegal dengan berbagai persoalan tentang hidup manusia. Pada Kamis 15/4/2021 di Washington, Amerika Serikat dikejutkan dengan tiga penembakan massal di lokasi berbeda. Belum diketahui dengan pasti apa motif penembakan. Akibat dari insiden tersebut enam orang terluka, sebagaimana dikutip dari Harian Kompas Sabtu, 17/4/2021.

Masih di Amerika Serikat, penembakan terjadi di tempat lain yang menewaskan delapan orang dan sejumlah orang terluka. Pihak kepolisian masih mengungkap identitas dan motif pelaku 15/4/2021.

Selain persoalan tentang tembak menembak, diingatan kita tentu masih berbekas kisah sekelompok manusia yang terdiri dari para lelaki dengan sorban dan jubah panjang diturunkan dari sebuah mobil untuk mengobrak-abrik warung para penjual makanan di bulan puasa. Seingat saya kejadian itu ditayangkan di televisi pada 9/10/2007. Kisah pilu yang amat kita rasakan ialah ketika seorang wanita paruh baya membawa keranjang makanannya untuk dijual, lalu dirampas dan dibuang ke tanah oleh sekelompok lelaki bersorban. Wanita itu lalu menangis tak berdaya. Saat dilihatnya mereka yang bersorban dan jubah panjang itu menjauh, ia memungut lagi puing-puing makanan yang sekiranya masih bisa dimakan. Sangat menyesakkan hati perlakuan mereka sangat kejam, kasar dan ngeri.

Persoalan tentang hidup manusia juga kita simak dalam belasan tahun terakhir, kasus perdagangan manusia human trafficking yang marak terjadi. Tenaga Kerja Indonesia/TKI yang tidak memperoleh keadilan. Mereka digebuk, disiksa, martabat serta nilai hidupnya direndahkan. Sangat tragis.

Berbagai pertanyaan muncul bergelayut di kepala kita. Siapakah manusia sehingga tega memperlakukan sesamanya demikian? Siapakah manusia dimata sesamanya? Tembak menembak, gebuk menggebuk, bahkan membunuh sesamanya manusia. Persoalan tentang hidup manusia ini hendak dijawab dalam sebuah elaborasi pemikiran Aristoteles dan Thomas Aquinas, khususnya tentang hakekat badan -- jiwa yang kerap menjadi pertanyaan.

Karena itu persoalan seputar manusia selalu relevan untuk dibicarakan mengingat manusia sebagai makhluk yang adanya unik dan misterius. Ia harus menjawab siapa dirinya. Banyak pendapat atau teori yang mau menyingkap tabir misteri manusia dalam kaitannya dengan hakekat badan -- jiwa. Akan tetapi belum seluruhnya persoalan seputar manusia dapat tersingkap.

Seperti ditulis Louis Leahy (1989), manusia harus dilihat dari kompleksitasnya. Ia melebihi semua "komprehensi", ia menolak segala definisi yang mau menempatkannya dalam suatu essensi. Manusia tidak bisa berfose di depan dirinya. Ia akan lebih dikenal dalam dan melalui kegiatannya sendiri, dalam dan melalui eksistensinya. Untuk mengerti dirinya sendiri, manusia harus mengambil resiko dari pelampauan terus menerus.

Para filosof, seperti Aristoteles (384-322 SM) banyak berbicara tentang manusia dalam hubungan badan dan jiwa. Sang Filosof, sebutan untuk Aristoteles melihat manusia sebagai makhluk biologis -- psykis yang merupakan gabungan dari materi pertama dan jiwa (psyche).

Aristoteles melihat keduanya (materi pertama dan psyche) sebagai bentuk atau prinsip hidup. Karena itu, ia menyebut manusia sebagai substansi lengkap yang dibentuk oleh materi pertama dan jiwa.

Sang Filosof juga melihat dalam manusia ada sifat yang lebih tinggi, yang semata-mata rohani, yaitu: berpikir dan berkehendak. Persoalan yang muncul, bagaimana gejala-gejala ini dapat dijelaskan? Ia mengintrodusir sesuatu yang lain dari luar yang ia sebut Nous atau Roh.

Aristoteles mengatakan Nous sebagai kemampuan refleksif manusia yang disifatkan sebagai yang sangat halus, baka dan ilahi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun