Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konsep Jiwa dan Badan dalam Perspektif Suku Dayak Desa

17 September 2020   08:49 Diperbarui: 10 Januari 2021   13:32 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tarian Penyambutan dari Sanggar Pungak Lanjan. (Dokumentasi by Bpk. Dionesius)

Umumnya kebudayaan-kebudayaan tradisional percaya bahwa manusia hidup karena di dalam tubuhnya ada jiwa. Jiwa itu adalah inti yang memberi kekuatan kepada tubuh (Subagya, 2000:76). Kebudayaan Dayak, juga seperti kebudayaan tradisional yang lain, mempunyai pandangan tersendiri tentang manusia dalam hubungannya dengan jiwa dan badan

Konsep tentang jiwa dalam perspektif Suku Dayak Desa tidak dapat disamakan begitu saja dengan perspektif ilmu-ilmu filsafat atau ilmu-ilmu modern dewasa ini. Orang Dayak Desa tidak mengenal teori yang ilmiah tentang eksistensi jiwa manusia. Orang Dayak Desa hanya memiliki keyakinan tentang semengat (jiwa) manusia bahwa itu ada.

Orang Dayak Desa hanya mengenal di dalam diri dan di luar dirinya ada sesuatu yang penuh dengan daya-daya lain dan asing. Daya-daya lain dan asing itu mereka alami sebagai kekuatan yang melampaui pikiran manusia. Manusia dapat memahaminya hanya dengan melihat dan merasakan aktivitas-aktivitas di dalam tubuh.

Ia adalah penyebab utama yang menimbulkan aktivitas-aktivitas, sehingga manusia dapat bergerak, bernafas, berekspresi; sedih, tertawa, menangis, bahagia dan lain-lain. Semuanya itu digerakan oleh aktivitas-aktivitas dalam tubuh manusia. Dalam konteks keyakinan ini, mereka sampai pada suatu pemahaman akan adanya jiwa. 

Daya-daya yang menimbulkan gejala-gejala itulah yang mereka sebut sebagai semengat (jiwa). Manusia hanya dapat memahaminya dengan berpikir, karena tidak berbentuk dan tidak berkeluasan. Sedangkan badan adalah sesuatu yang nyata dan dapat diindrai. Badan adalah struktur yang memberi bentuk pada manusia, dapat dilihat, diukur, memiliki ruang, berat dan mengalami perubahan. 

Badanlah yang membuat manusia eksis di dunia. Badan itu baik adanya karena itu orang Dayak Desa sangat menghargai badan atau tubuh sesama yang lain. Ungkapan khas orang Dayak Desa yang menyatakan bahwa “tubuh mensia yak macam raksasa, tinggik besai” ialah untuk mengungkapkan kekaguman kepada orang yang memiliki postur badan yang kuat dan besar. Sedangkan gejala-gejala yang disebut sebagai daya-daya itu tidak berubah, tidak dapat diukur, tetap dan dapat ditangkap hanya melalui proses berpikir.

Orang Dayak Desa mengakui bahwa jiwalah yang menghidupi badan. Karena jiwanya, manusia dapat berpikir, bertindak dan merasa. Namun, bagi suku Dayak Desa, gejala-gejala itu tidak mengenal garis-garis pemisah yang jelas antara badan manusia dan jiwa itu. Artinya keduanya diakui sebagai realitas yang satu. 

Mereka tidak mengenal jiwa atau badan sebagai satu wilayah yang dipatoki dengan ketat. Artinya relaitas jiwa dan badan manusia tidak berada dalam keadaan yang terpisah dalam totalitas manusia. Eksistensi manusia dibentuk oleh kesatuan badan dan jiwanya (Agus, 2004:23).

Orang Dayak Desa melihat realitas jiwa sebagai yang asing dalam diri manusia bukanlah suatu yang negatif, melainkan sesuatu yang berpengaruh positif. Jiwa-jiwa itu membuat sesuatu, menyebabkan sesuatu, mengakibatkan sesuatu dan menjalankan pengaruh. Jiwa-jiwa itu menjalankan pengaruh baik pada masa manusia hidup maupun setelah manusia mati.

Selama manusia hidup, jiwa-jiwa itu dapat dikatakan sebagai substansi yang melindungi tubuh. Orang Dayak Desa mengenal jiwa-badan sebagai suatu realitas yang tak terpisahkan dalam hidupnya. Manusia hidup terbentuk dari kesatuan badan-jiwa (badan dan semengat) yang tak terpisahkan. 

Tetapi setelah manusia sampai pada saat kematiannya, jiwa itu memisahkan diri dari badan. Jiwa itu tidak mengalami kematian dan pembusukan bersama dengan badan, melainkan pergi ke dunia lain yang orang Dayak Desa sebut sebagai sebayan (alam baka). Daya-daya itu tidak dipengaruhi oleh badan manusia. 

Mengapa daya-daya (jiwa-jiwa) itu tidak mengalami pembusukan atau kehancuran saat manusia sampai pada kematian? Karena daya-daya (jiwa-jiwa) itu bersifat transendental-spiritual yang bersentuhan dengan yang ilahi. Daya-daya itu berada dalam tingkat yang lebih tinggi dari badan. 

Ia kekal adanya, karena bersentuhan dengan yang ilahi. Jadi, daya-daya itu tidak semata-mata jasmani. Dalam manusia konkrit tidak semata-mata hanya rohani atau jasmani saja, melainkan memiliki sifat kedua-duanya, jasmani dan rohani. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam realitas hidup manusia. Manusia dapat mengadakan korelasi dengan yang ilahi justru dalam jiwanya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun